PWMU.CO – 13 rekomendasi hasil Rakernas Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW) PP Muhammadiyah disampaikan Dr Amirsyah Tambunan.
Buya Amirsyah, Ketua MPW PP Muhammadiyah, itu juga resmi menutup acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Jakarta Convention Center, Ahad (29/10/23). Pelaksanaan Rakernas dirangkai dengan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) atas dukungan Bank Indonesia (BI).
Ada berbagai narasumber kompeten di antaranya dari BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BWI, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, dan ATR/BPN. Rakernas yang berlangsung selama 27-29 Oktober itu bertema ‘Akselerasi Wakaf untuk Penguatan Ekonomi Umat dan Bangsa’.
Dalam sambutannya, Buya Amirsyah awalnya berpesan, hasil-hasil Rakernas segera ditindaklajuti sesuai proses, baik secara administratif maupun prosedural, yang ditentukan persyarikatan Muhammadiyah.
Sekjen MUI ini mengapresiasi dukungan semua pihak. “Terutama Bank Indonesia sehingga Rakernas sukses menghasilkan penguatan kelembagaan pengelolaan wakaf, program dan rekomendasi sebagai berikut,” ujarnya.
Pertama, pada umumnya pengelolaan wakaf selama ini masih bersifat klasik karena terbatasnya skema pembiayaan. “Untuk itu perlu merumuskan sistem pembiayaan wakaf yang berkesinambungan dan terukur sehingga lahan wakaf dapat produktif,” ungkapnya.
Kedua, tata Kelola wakaf yang belum profesional menuntut adanya pelatihan dan sertifikasi Nadzir oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Ketiga, perlu segera mendesain wakaf produktif untuk mendukung proyek komersial yang terintegrasi dengan proyek sosial wakaf.
“Keempat, literasi masyarakat terbatas terkait wakaf dan digitalisasi Wakaf, maka diperlukan adanya edukasi wakaf dan digitalisasi pembiayaan (crowdfunding) wakaf,” sambungnya.
Kelima, seluruh pengurus MPW berkomitmen untuk patuh pada aturan regulasi, syari’ah, dan ketentuan organiasi dalam rangka pengembangan wakaf dengan menerbitkan panduan dan juknis wakaf yang produktif.
Sinergi AUM
Keenam, kata Buya Amirsyah, “Potensi wakaf Muhammadiyah yang besar selama ini belum dikelola secara optimal. Untuk itu perlu sinergi dan kolaborasi antar-Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) melalui share profit 5 persen sampai dengan 10 persen untuk pengembangan wakaf produktif.”
Ketujuh, pentingnya membuat skema pembiayaan untuk pendayagunaan aset wakaf melalui cash wakaf link suku (CWLS) dan cash wakaf link deposito (CWLD). “Agar akselerasi pendayagunaan wakaf untuk pengembangan AUM seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, dan lain-lain,” imbuhnya.
Kedelapan, aset wakaf yang belum produktif dan atau sulit untuk diproduktifkan dapat diistifdhal dan addhommu dengan menjual aset tersebut dan langsung mengalihkannya dalam bentuk aset wakaf yang produktif.
Kesembilan, perlu menguatkan rumusan definisi wakaf kembali kepada definisi kompilasi hukum Islam agar wakaf tidak bisa diambil ahli waris kembali karena sudah terputus dan tercabut hak pemilik aset wakaf dan ahli waris.
Kesepuluh, meluncurkan wakaf manfaat dari aset ataupun harta berharga lainnya sebagi solusi wakaf. “Agar wakaf semuanya abadi tanpa ada wakaf sementara karena makna wakaf itu adalah abadi dan sudah kembali jadi milik Allah dan tidak bisa dikembalikan apalagi diambil alih oleh ahli waris,” terangnya.
Kesebelas, MPW PP Muhammadiyah perlu meluncurkan program wakaf wasiat sebesar 30 persen dari aset yang dimiliki. Baik aset langsung ataupun aset link Wakaf Wasiat Asuransi Syariah yang bekerjasama langsung dengan operator asuransi syari’ah nasional-international. Bagi warga persyarikatan dan umat Islam agar aset bangsa Indonesia 30 persen adalah harta wakaf.
Keduabelas, agar Majelis Tarjih, DSN MUI dan BWI membuat regulasi dana operasional 10 persen bisa digunakan oleh nazhir dari jumlah penghimpunan dana wakaf. Terakhir, perlu membentuk Bank Wakaf Muhammadiyah yang dananya bersumber dari dana wakaf.
Itulah ketigabelas program dan rekomendasi yang Buya Amirsyah paparkan dalam sambutan penutupan Rakernas itu. (*)
Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni