Putra-putrinya Aktivis dan Pejuang
Dari perkawinannya dengan Kiai Abdul Karim Zen, tokoh Pandu Hizbul Wathan Paciran sebelum Indonesia merdeka, Munifah dikaruniai empat anak yakni Hariyati Karim, Ahmad Nur Fuad, Muhammad Rifqi Rosyidi, dan Jauharotul Maknunah. Ia juga dikaruniai 8 cucu yakni 5 laki-laki dan 3 perempuan.
Putra’putri Nyai Munifah Ridlwan adalah aktivis dan semuanya berjuang di lembaga pendidikan. Putri pertama Dra Hariyati Karim adalah aktivis Nasyiatul Aisyiyah dan Aisyiyah, dosen STIT Muhammadiyah Paciran dan tenaga pendidik di lingkungan Pondok Modern Muhammadiyah Paciran.
Putra kedua Dr Ahmad Nur Fuad merupakan dosen di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya aktifvs HMI dan aktif di UPP PWM Jawa Timur.
Sedangkan putra ketigi Muhammad Rifqi Rosyidi Lc MAg merupakan mudir Pondok Modern Muhammadiyah Paciran. Sebagai mubaligh ia sering bepergian ke luar pulau. Sehari-hari dia sebagai guru dan dosen. Saat ini masih aktif di Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tuban dan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur. Putri keempat Jauharotul Maknunah SPdI adalah aktivis IMM dan sehari-harinya sebagai pengajar di Pondok Modern Muhammadiyah Paciran
Kesan para Santrinya
Khoirotun Hanik SAg SPd alumni Perguruan Pondok Moder Muhammadiyah Paciran mengisahkan kalau ia mengetahui kebaikan budi pekerti dan akhlaknya Bu Nyai Munifah Ridlwan. Kehidupannya sederhana dan suka membantu orang lain
Aktivis IPM Lamongan 1990 an ini menambahkan yang paling membuat ia terkesan dengan Bu Nyai Munifah Ridlwan adalah beliau selalu berbicara dengan tersenyum. Tidak pernah nampak marah atau cemberut
“Beliau wanita yang sangat cerdas dan didukung dengan perilaku yang ramah,” ujar kepala kepala TK Aisyiyah 02 Pondok Modern Muhammadiyah Paciran ini
Dr HM Choirin Lc MA alumnus Pondok Modern Muhammadiyah Paciran tahun 2002 turut berduka cita atas wafatnya Nyai Munifah Ridlwan. Di kalangan santri dia sangat perhatian dan pandai ngemong. Saking sayangnya santri, semuanya dimasakkan meski nggak bayar berbulan-bulan. “Masyasllah sosok yang tidak ada capeknya,” katanta.
Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini mengenang Nyai Munifah Ridlwan pada tiga karakter yang dominan. Pertama dedikasi. Nyai Munifah Ridlwan adalah hafidhah. Sebagai putri seorang tokoh pantura dedikasi tidak diragukan lagi. Almarhumah selama ini langsung bersentuhan dengan dapur tentu berhubungan dengan kelangsungan kehidupan santri
Kedua karakter tegas. Menurut dosen FAI Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini, sebagaimana karakter orang pantura, Nyai Munifah Ridlwan mempunyai sifat yang tegas. Tentu hal ini menyempurnakan sifat suaminya Kiai Abd Karim yang lemah lembut.
Ketiga adalah perhatian dan kedermawanan pada santri. Menurut lulusan Doktor University of Malaya Kuala Lumpur Malaysia Bu Nyai Munifah Ridlwan sering memberikan tambahan lauk pauk. Bahkan saat pamitan mau pulang ke Bojonegoro beliau sering nitip jajan buat keluarga.
Sementara itu, Muqoddar SAg MAg alumnus Pondok Modern Muhammadiyah Paciran tahun 1998 yang sekarang menjabat sebagai Ketua PDM Kabupaten Buru Ambon sangat terkesan dengan Nyai Munifah Ridlwan akan kesederhanaan dan perhatian pada santri
“Subhanallah, Bu Nyai itu sangat sabar. Kesabarannya itu buat kita betah serasa rumah sendiri. Benar benar seorang ibu untuk setiap santri. Insya Allah seluruh amal baiknya itu mendapat tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu wata’ala,” kata mantan Rektor Universitas Iqro Buru (*)
Penulis Fathurrahim Syuhadi Editor Mohammad Nurfatoni