PWMU.CO – Memahami syukur dan ikhlas dikupas dalam Pengajian Ahad Pagi PDM Trenggalek di Masjid Baitut Taqwa Desa Wonorejo Gandusari, Ahad (5/11/2023).
Hadir sebagai pembicara dr Agus Taufiqurrahman, Ketua PP Muhammadiyah.
Mengawali ceramah di Pengajian Ahad Pagi, Agus Taufiqurrahman mengatakan, umat Islam terutama warga Persyarikatan Muhammadiyah harus suka mengaji.
”Organisasi Muhammadiyah berawal dari kelompok pengajian, ngaji niku dawuhe Kanjeng Nabi. Maka orang Islam harus mengaji,” tuturnya.
Menurut dia, siapa yang suka mengaji akan dimudahkan untuk menuju surga seperti dalam hadits
منْ سَلَكَ طَريقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ علْمًا سهَّل اللَّه لَه طَريقًا إِلَى الجنةِ
Barangsiapa yang berjalan untuk mencari ilmu, Allah memudahkan dirinya jalan ke surga (HR Muslim)
Kemudian Agus Taufiqurrahman bercerita tentang bersyukur. Ada orang yang meskipun mendapatkan masalah tapi tetap bersyukur, seperti kisah orang saleh ini.
Orang saleh sedang bepergian dengan temannya. Lalu mereka duduk di bawah pohon rindang untuk istirahat. Tiba-tiba hidung orang saleh kejatuhan sesuatu yang hangat, berbau. Itu kotoran burung.
Temannya merasa iba. Dia berkata lirih,”Kasihan temanku, baru istirahat sudah kejatuhan kotoran burung.”
Baru saja dia bicara begitu, orang saleh menukas,”Alhamdulillah, yang jatuh kotoran burung. Andaikan kotoran unta bagaimana nasibku?”
Agus mengatakan, memahami syukur sebagai sudut pandang, maka semua musibah seberat apapun tidak masalah. Tapi kalau sudut pandang kita mengeluh, semuanya tidak akan nyaman.
Kemudian Agus menerangkan pada zaman dulu, orang tua mendidik dengan menyanyi. Soal nada, menurut Yunahar Ilyas Wakil Ketua Umum MUI dan PP Muhammadiyah, nada itu asalnya halal tapi bisa berubah menjadi haram kalau dipakai untuk kemaksiatan.
Seperti ketika mengaji, atau adzan kalau menggunakan nada menjadi indah.
” إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ اْلجَمَالَ sesungguhnya Allah itu indah dan dia menyukai keindahan. Nada yang indah itu bila meningkatkan pada ketaqkwaan maka itu dibolehkan,” ujarnya.
Lalu dia bercerita tokoh-tokoh pejuang Indonesia, di antaranya tokoh Muhammadiyah, karena itu berikan yang terbaik untuk Muhammadiyah.
Salah satu pendiri Muhammadiyah, KH Syuja’ selalu mengatakan, dalam bermuhammadiyah harus ikhlas. Bila ikhlas maka Allah akan membantu kita.
”Guru saya memberikan pemahaman berikhlas itu seperti kelapa dan pepaya. Pepaya itu kalau sudah kuning maka dipetik dengan cara diputar perlahan-lahan, lalu ditaruh di atas meja, dibasuh dengan air dan dikupas dengan pisau yang tajam. Lantas dipotong-potong ditaruh di piring dan disuguhkan ke tamu dengan berkata,”Monggo katese.”
Berbeda dengan kelapa, sambung dia, kelapa diambil dengan kayu. Dikumpulkan dengan kaki, dikupas dengan linggis, dicukil lantas diperas menjadi santan.
Setelah itu santan dicampur dengan es dawet atau cendol. Setelah jadi disajikan dengan kata-kata: Monggo dawete. Tidak berkata, ”Monggo kelopone.”
Penulis Kamas Tontowi Editor Sugeng Purwanto