2. Hadits yang diriwayatkan Wail bin Hujr RA
رَأَيْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَ اِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ (رواه ابو داود و الترمذى و ابن خزيمة)
“Saya melihat Nabi saw. apabila turun sujud beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangkit beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Khuzaimah.
Hasil penelitian: Hadits di atas dikeluarkan oleh Abu Daud dalam al-Sunan: (838) dengan sanad (mata rantai perawi) sebagai berikut: Al-Hasan bin Ali, dari Yazid bin Harun, dari Syuraik bin Abdullah, dari Kulaib, dari Wail bin Hujr ra.
Hadits di atas juga dikeluarkan oleh Tirmidzi dalam al-Sunan: (268) dengan sanad (mata rantai perawi) sebagai berikut: Abdullah bin Numair, dari Salamah bin Sulaib, dari Yazid bin Harun, dari Syuraik bin Abdullah, dari Kulaib, dari Wail bin Hujr ra.
Hadits di atas juga dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam al-Shahih: (268) dan (629) dengan sanad (mata rantai perawi) sebagai berikut: Abu Thahir, dari Abu Bakar, dari Ali bin Muslim, dari Suhail bin Harun dan Yazid bin Harun, dari Syuraik bin Abdullah, dari Kulaib, dari Wail bin Hujr ra.
Kalau diperhatikan dengan seksama, ketiga sanad di atas, maka ditemukan perawi Syuraik bin Abdullah. Nama lengkapnya adalah Syuraik bin Abdullah bin Abu Syuraik al-Nakha’i Abu Abdullah al-Kufi al-Qadhi. Ya’qub bin Syaibah mengatakan Syuraik adalah perawi shaduq dan tsiqat tetapi hafalannya jelek sekali. Al-Jurjani mengatakan: Hafalannya jelek dan mudhtharib al-hadits.
Dinilai Abu Zur’ah: Ia sering membuat kesalahan. Dinilai bin Hiban: Di akhir hayatnya ia sering berbuat kesalahan, hafalannya berubah, riwayatnya di akhir usianya banyak yang meragukan. Dinilai Adi: Ia adalah perawi shaduq di samping cenderung menyimpang dari maksud utamanya, hafalannya jelek banyak membuat kesalahan dan riwayatnya mudhtharib al-hadits.
Abdul Hak al-Isbahili menerangkan: Ia seorang mudallis (orang yang suka menyamarkan identitas gurunya sendiri). bin Qatan mengatakan: Ia masyhur sebagai perawi mudallis, pada hadits ini ia meriwayatkan dari Ashim dengan pola mu’an’an, bukan dengan pola al-tahdits (haddatsana). bin Hajar menilai: Ia perawi shaduq tetapi sering berbuat kesalahan, hafalannya berubah semenjak ia menjadi qadhi di Kufah. (periksa: Tahdzib al-Tahdzib: 4/335-337; Mizan al-I’tidal: 3/270-274; al-Taqrib halaman 266; dan al-Jarh wa al-Ta’dil: 4/367)
Perlu ditambahkan bahwa selain kelemahan di atas, pada sanad ini juga terdapat perawi Ashim bin Kulaib yang juga dinilai lemah atau paling tidak statusnya diperselisihkan oleh para ulama. Dengan demikian hadits kedua ini jelas lemah dan tidak boleh dijadikan hujjah.
Baca sambungan di halaman 3: Hadits yang diriwayatkan Wail bin Hujr RA