28 jam melintasi Gurun Afrika Tengah menuju Paraguay meninggalkan kesan membekas bagi Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PAN Prof Dr Zainuddin Maliki MSi. Inilah kisah perjalanannya.
PWMU.CO – Akhir Oktober 2023, saya ada perjalanan ke Paraguay, negara Amerika Latin yang berpenduduk 7,4 juta jiwa. Negara ini beribukota di Asuncion. Negara yang tercatat World Bank memiliki produk domestik bruto (PDB) per kapita USD 5400 ini negara ketiga di Amerika Latin yang pernah saya kunjungi–setelah Argentina dan Ekuador–dalam dua tahun terakhir.
Paraguay sering disebut sebagai “Corazón de América” atau “Jantung Amerika”. Secara geografis berada di antara dua sisi sungai Paraguay dan Parana. Kota ini juga menjadi salah satu kota tertua di Amerika Selatan. Asuncion dikenal sebagai ibu dari seluruh kota, karena dari sinilah awal dari banyak ekspedisi untuk menemukan kota-kota baru di Amerika Selatan.
Di Paraguay, kita bisa memanjakan diri untuk menikmati bangunan-bangunan populer yang mempertalikan generasi saat ini dan yang akan datang dengan sejarah peradaban masa lalu mereka. Seperti Museum Godoi, Gereja La Encarnacion, Panteon Nacional, Museo del Barro dan banyak lagi.
Paraguay adalah sebuah negara yang menarik. Negara yang terletak di benua Amerika Selatan ini memiliki banyak cagar budaya. Oleh karena itu, sejalan dengan maksud perjalanan ke Paraguay ini dalam rangka kunjungan kerja Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk pengayaan penyusunan UU Permuseuman.
Museum tentu penting. Karena dari sana akar budaya sebuah bangsa dilestarikan. Museum mengatakan banyak hal tentang kehidupan pada masanya kepada generasi penerus mereka.
Museum berjasa banyak dalam menjelaskan perjuangan, jerih payah, berbagai tahapan sejarah sebuah bangsa. Museum dengan berbagai ornamen dan artefaknya merupakan tempat yang sangat baik bagi generasi baru merasakan heroisme dan patriotisme para pejuang pendahulunya.
Perjalanan 28 Jam
Bersama saya yang menaiki maskapai Qatar Airways, ada Anggota Baleg Ibnu Multazam FPKB, Irmadi Lubis FPDI, Amin FPKS, Illiza FPPP, dan Desi Ratnasari FPAN. Sementara Jenderal Pur Sturman FPDIP dan Santosa FPD memakai maskapai Emirat Airways.
Perjalanan ke Paraguay waktu itu terjadwal transit di dua bandara internasional. Pertama di Doha, Qatar. Kemudian di Sao Paulo, Brazil. Perjalanannya sendiri melelahkan karena memakan waktu 28 jam. Belum terhitung masa transitnya.
Pukul 00:20 WIB, Qatar Airways QR 773 jenis Boeing 777 take off dari CGK Jakarta. Tiba di Hamad International Airport, Doha, pukul 05:00 WIB. Meski 8 jam 40 menit terbang, badan saya masih cukup segar. Meski begitu, kawan-kawan mengajak memanfaatkan waktu transit 2 jam 35 menit, untuk istirahat menghimpun tenaga. Kami masih akan menempuh perjalanan kurang lebih 18 jam lagi.
Mencari cara melawan penat karena lama duduk di pesawat yang pasti memenuhi otak kami, sepekan sebelumnya saya sempatkan mengunduh sejumlah film serial Islam Turki yang saya suka. Karena bagi saya, menonton film adalah salah satu cara mengusir kejenuhan di atas pesawat. Lumayan terhibur.
Saya juga merasa terhibur ketika menikmati film yang tersedia di maskapai. Film “No Time for Die” yang dibintangi James Bond cukup menarik. Film ini mengisahkan seorang James Bond yang telah pensiun. Ia memilih menjalani masa pensiunnya di Jamaika.
Namun, ketenangannya itu terusik ketika kawan lamanya, Felix Leiter dari CIA, memintanya untuk menyelamatkan seorang ilmuwan yang diculik penjahat misterius bersenjata teknologi baru nan mematikan. Misi penyelamatan yang dilakukan Bond pun menjadi kisah yang ngeri-ngeri sedap penuh ketegangan.
Saya sisihkan waktu juga untuk membuat catatan perjalanan. Cara seperti ini juga bisa mengurangi kejenuhan selama penerbangan panjang. Terjadwal 8 jam terbang Jakarta-Doha. Doha-Sao Paulo ditempuh selama 15 jam. Dari Sao Paulo ke Paraguay memakan waktu 4 jam.
Semestinya dari Doha jam 07:35 tapi pesawat baru take off jam 08:45. Lebih lambat sejam. Sehingga seharusnya tiba di Sao Paulo, Brasil jam 17:10 estimasinya tiba pukul 18:19 WIB.
Atlet Softball Brazil
Pesawat Qatar Airways jenis Airbus A320 berbadan tambun. Dengan kapasitas 600 penumpang, antrean boarding cukup panjang. Lantaran tidak punya tradisi antre, saya dan kawan-kawan memilih menunggu di tempat duduk. Kami menunggu setelah tinggal sedikit antrean penumpang tersisa.
Di antara antrian panjang itu, ada sekelompok atlet Softball Nasional Brasil putri dengan jaket seragam kebanggaannya. Terlihat tim softball Brasil tersebut masih usia pelajar.
Yang terpikir di kepala saya, kalangan pelajar di Brazil ternyata cukup berminat pada olahraga softball di Brazil. Saya juga memperhatikan mereka dari postur tinggi badan. Tim softball Brazil ini, rata-rata tak jauh beda dengan postur tinggi badan atlet-atlet nasional Indonesia. Sayang, saya tidak sempat tanya mereka baru pulang menjalani misi turnamen dari negara mana.
Tak terasa pesawat meninggalkan Doha melintas Saudi Arabia dan Benua Afrika sudah 7 jam 30 menit. Masih perlu 6 jam 50 menit lagi saat itu untuk sampai di Sao Paulo. Saya perhatikan flight map di layar LCD di depan saya, pesawat tengah menyeberangi benua Afrika.
Saat itu terbang di atas wilayah Addis Ababa, Dschang, Abidjan, Edea, dan Sao Tome. Terbaca juga di peta penerbangan pesawat tengah melintasi kawasan Congo Canyon. Tepatnya daerah yang sudah dilintasi setelah Doha tercatat Makkah, lalu Addis Ababa, juga Garamba National Park. (*)
Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni