PWMU.CO – G-45 atau Gerakan Kembali ke UUD 1945 Asli mengeluarkan pernyataan pers di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
M. Din Syamsuddin, salah satu presidium G-45 mengatakan, Gerakan Kembali ke UUD 1945 Asli deklarasinya ditandatangani oleh sekitar 450 tokoh dari berbagai elemen dan komponen bangsa.
”Temanya segera kembalikan bangsa dan negara ke khittahnya,” katanya.
Menurut Din Syamsuddin, kembali ke UUD 1945 asli sangatlah penting dan mendesak karena beberapa alasan
Pertama, kerusakan kehidupan berbangsa dan bernegara terakhir ini sejak diterapkannya UUD 2002 (ditinggalkannya UUD 1945 Asli) sudah sangat fatal dan berbahaya.
Hal ini dapat disaksikan dan dirasakan oleh sebagian rakyat dalam berbagai bidang:
a. Dalam bidang ekonomi, kehidupan rakyat semakin berat, angka pengangguran meningkat, dan kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin semakin tersekat. Ditambah lagi, harga bahan-bahan pokok tak terkendalikan. Negara yang kaya ini sudah lama mengimpor beras, gula, bahkan garam.
Hal itu semua disebabkan oleh sistem ekonomi liberal yang dibuka peluang besar oleh UUD 2002 dan terapkan oleh pemerintah. Akibatnya, aset nasional dikuasai oleh segelintir orang yang disebut Kaum Olighar, sementara rakyat kebanyakan tidak menikmati kekayaan negara dan masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Celakanya lagi, segelintir orang kaya itu (kaum olighar) bersekongkol dengan penguasa yang sebagian terlibat tindak pidana korupsi.
Kenyataan tadi membawa malapetaka bagi bangsa ketika mereka merekayasa dan mengendalikan politik nasional untuk berkuasa atau melanggengkan kekuasaan dengan menempuh berbagai cara.
b. Inilah yang terjadi dalam kehidupan politik. Sistem Kepartaian, Sistem Pemilu, dan Sistem Pilpres yang diatur berdasarkan UUD 2002, telah menciptakan dan melanggengkan kerusakan kehidupan bangsa dan negara tadi.
Kedaulatan rakyat yang dijunjung tinggi oleh Pancasila dan UUD 1945 telah dikhianati dan dirusak oleh demokrasi liberal yang bertentangan secara diametral dengan Demokrasi Pancasila (Sila Keempat Pancasila).
Kedaulatan rakyat telah beralih ke kedaulatan partai, dan kedaulatan partai dikuasai oleh kelompok kecil dalam partai.
Hal inilah yang menyebabkan wakil rakyat ditentukan oleh elit partai, dan keterpilihan mereka dipengaruhi oleh para pengusaha yang menyebarkan budaya politik uang sehingga berkembanglah istilah Nomor Piro Wani Piro atau NPWP.
Pemilu bahkan Pilpres disinyalir akan dipengaruhi dan dirusak oleh kaum olighar ekonomi dan politik.
Celakanya lagi, akibat sistem politik yang dibangun oleh UUD 2002, pemangku amanat rakyat atau penguasa terdorong untuk memonopoli kekuasaan, dan menyalahgunaan kekuasaan untuk hasrat berkuasa atau melanggengkan kekuasaan.
Etika dan moral politik terabaikan. Praktik korupsi yang patut diduga merajelala di sekitar pusat kekuasaan, ingin dipertahankan dengan kekuasaan lanjutan.
Persekongkolan jahat menjelma, lembaga-lembaga negara lumpuh tak berdaya. Tiga pilar utama negara, yakni lembaga legislatif-lembaga eksekutif-lembaga yudikatif, tidak berfungsi mewujudkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bahkan terakhir kasat mata di depan rakyat rekayasa hukum oleh Mahkamah Konstitusi yang seharusnya menjadi pengawal terakhir konstitusi berlangsung mulus mengubah undang-undang.
Tidak dapat dibayangkan apa jadinya kehidupan bangsa dan negara jika ada pemimpin terpilih atas dasar kecurangan dan pengkhianatan konstitusi.
Itu semua berpangkal pada dihilangkannya fungsi dan peran MPR yang menurut UUD 1945 Asli sebagai lembaga tertinggi negara yang berwenang memilih, mengontrol, dan memberhentikan Presiden-Wakil Presiden, serta menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
c. Sebuah kerugian besar bagi bangsa jika perkembangan dalam bidang ekonomi dan politik telah mempengaruhi kehidupan bangsa dalam bidang budaya, apalagi jika budaya baru ini pada giliran berikutnya mendorong kerusakan politik dan ekonomi lebih lanjut.
Bangsa yang terkenal dengan budaya luhur berdasarkan nilai-nilai agama dan kearifan lokal sebagai bangsa yang ramah tamah, gandrung bergotong royong, pejuang, dengan mengedepankan nilai-nilai keikhlasan (dalam istilah sepi ing pamrih rame ing gawe) kini menjadi bangsa yang mengagungkan gaya hidup duniawi yang bersifat individualistik, materialistik, dan hedonistik.
Di kalangan sebagian generasi muda berkembang budaya apatis dan permisif terhadap kebaikan dan perubahan.
Budaya semacam itu mendorong lingkaran setan keburukan dan kerusakan dengan sistem ekonomi dan politik yang tidak membuka jalan bagi kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi liberal gagal menjadi sarana kesejahteraan, justeru mendorong kebebasan untuk persaingan tidak sehat.
Kedua, tentu banyak lagi fakta dari kenyataan kehidupan bangsa dan negara yang buruk sebagai akibat penerapan UUD 2002 yang dapat diungkapkan. Namun yang jelas, perwujudan cita-cita nasional yakni Indonesia merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa menjadi jauh panggang dari api.
Menjelang Peringatan 100 Tahun Kemerdekaan pada 2045 nanti, mimpi Indonesia Emas dapat berubah menjadi Indonesia Nahas. Puncak Amanah Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terselewengkan oleh kenyataan berkembangnya kekayaan oleh segelintir orang yang berkacak pinggang atas kemiskinan penderitaan orang banyak.
Maka, Kembali ke UUD 1945 Asli adalah solusi. Gerakan ini bukanlah memutar arah jarum sejarah ke masa lalu, tapi adalah menemukan kembali mutiara bangsa untuk menghadapi masa mendatang. Gerakan ini adalah kembali ke khittah kebangsaan yang telah disepakati oleh para negarawan pendiri bangsa.
Dengan Kembali ke UUD 1945 diharapkan akan diterapkannya Demokrasi berdasarkan Sila Keempat Pancasila (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan), yang menekankan musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan.
Sistem dan budaya politik yang menampilkan kebersamaan itu adalah jalan bagi perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam hal ini, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi harus berkembang seiring sejalan, hal mana diyakini akan mewujudkan Persatuan Indonesia yang sejati. Inilah modal dasar bangsa dalam menghadapi dinamika dan tantangan dunia baru dewasa ini.
Presidium G-45
Adian Radiatus
Anthony Budiawan
Daniel Rosyid
Edwin Soekowati
Gus Aam
Heppy Trenggono
Laode Kamaluddin
M.Din Syamsuddin
M.Hatta Taliwang
Muhsin Ahmad Alatthas
Nurhayati Assegaf
Pontjo Sutowo
Sayuti Asyathri
Siti Fadillah Soepari
Suharto
Tifauzia Tyassumma
Tony Hasyim
Editor Sugeng Purwanto