PWMU.CO – Selain memberi anugerah pada umur kita, silaturahim juga akan menjadi sebuah saksi kebaikan di hadapan Allah, di dunia maupun di akhirat. Hal tersebut disampaikan Ustadz Hafidz JM MPdI dalam Pengajian Ahad Pagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Klojen, di Masjid Al Hidayah, Jalan Jakarta Dalam Kota Malang, (16/7).
Hafidz mengatakan, silaturahim—yang oleh sebagian masyarakat disebut halal bi halal itu bermakna saling menghalalkan atau memaafkan. “Nah untuk itu maka lazimnya silaturahim itu harus dimulai dari orang tua dulu, dilanjutkan pada kerabat, tetangga, baru pada kaum muslimin,” ujarnya.
(Baca: Ini 8 Manfaat Shalat Tahajud Ditinjau dari Segi Medis, Salah Satunya Obat Atasi Stress)
Dalam Hafidz menjelaskan bahwa dalam sebuah hadits dikatakan dengan silaturrahim akan dipanjangkan umurnya dan dilapangkan rezekinya. “Tapi apakah semudah dan segampang itu?” tanyanya.
Penasehat Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpidan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Malang itu menyampaikan bahwa pertemuan dengan orang yang kita kunjungi adalah merupakan rezeki. Dan tidak bertemunya pun juga merupakan rezeki, karena di sana ada niat dan kesempatan.
“Jadi rezeki itu sangat luas tidak hanya berupa uang dan harta. Dan kunjungan itu akan selalu membawa kebaikan, tidak ada panjang umur kecuali kebaikan,” jelas Hafidz.
(Baca juga: Silaturahim Itu Bukan Menyambung Hubungan yang Sudah Terjalin Baik, ….)
Nah silaturahim yang sukses, ujarnya, adalah yang dapat menghilangkan penyakit hati seperti sifat iri, dendam, dan benci. “Karena orang tidak mungkin akan bisa bersilaturahim bila sifat-sifat tersebut masih ada. Lihat saja pasti mereka akan susah bersalaman,” ungkap dia. Karena itulah maka efek dari silaturahim adalah amal shaleh.
Hafidz kemudian bercerita tentang peristiwa ketika Rasulullah SAW mengatakan pada seorang sahabat yang memakai sandal jepit dalam sebuah taklim. Menurut Nabi SAW sahabat tersebut adalah ahli surga. Hafidz melanjutkan cerintanya, “Penasaran dengan hal itu Amru bin Ash bertamu di siang hari ke sahabat yang selalu pakai sandal jepit tadi.”
Alangkah herannya Amru sebab dia tidak melihat amalan khusus yang dilakukan sahabat tersebut. Karena masih penasaran, dia kembali ke rumah sahabat itu untuk bermalam. Ternyata sahabat ini juga tidak shalat tahajud seperti yang dibayangkan.
(Baca juga: Dikemas Penuh Kreativitas, Silaturrahim Keluarga Besar RS Muhammadiyah Lamongan Jadi Beda)
Amru bin Ash pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, “Wahai Sahabat, amalan khusus apa yang engkau lakukan, sampai Nabi SAW mengatakan bahwa kamu ahli surga?” Sahabat itu pun menjawab, “Selama hidup saya tidak pernah punya rasa benci kepada siapapun,” katanya membuka “rahasia”.
Di akhir tausiyahnya, Hafidz menyampaikan bahwa mukmin yang cerdas atau kuat adalah mukmin yang selalu mawas diri dan beramal shaleh. “Dan mukmin yang lemah adalah mukmin yang senantiasa berangan-angan dan banyak bermaksiat,” tuturnya. (Uzlifah)