PWMU.CO – Museum visual Muhammadiyah Surabaya diluncurkan dalam peringatan Milad ke-111 Muhammadiyah di Gedung Dakwah Jl. Wuni, Sabtu (18/11/2023).
Peresmian oleh Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Surabaya Dr M. Ridlwan.
Koleksi museum visual berupa sejarah dan peristiwa Muhammadiyah Surabaya berupa foto dari masa ke masa yang difilmkan. Film berdurasi 4:18 menit itu dibuat oleh Majelis Pustaka, Informasi, dan Digitalisasi (MPID) Surabaya. Ditonton bersama dalam layar TV.
Satu temuan terbaru koleksi museum visual adalah Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah (KTM) dan kartu pos milik KH Mas Mansur.
Ketua MPID Surabaya, Andi Hariyadi, menjelaskan, koleksi itu berasal dari cucu KH Mas Mansur, Ustadz Abdan Fikri, yang menyimpan kemudian ditunjukkan kepada tim museum Surabaya.
”Kartu ini akan diduplikat untuk dipajang di Museum Muhammadiyah Surabaya dan Yogya,” kata Andi. ”Saya sudah tunjukkan koleksi ini ke Ketua Tim Museum Yogya, Widyastuti, saat bertemu di Rakerwil MPID Jatim,” sambungnya.
Bagian depan KTM bertuliskan ejaan lama Hoofdbestuur Muhammadijah Djokdjakarta. Telf No 23. Terpasang foto KH Mas Mansur dan foto seseorang yang belum jelas identitasnya.
Kedua berupa kartu pos khusus dari Kantor Pos Djakarta. Sepertinya bagian dari KTM tadi. Ada identitas KH Mas Mansur alamat Kosega Baru 107 Djakarta. Pada zaman Jepang dia bermukim di Jakarta atas anjuran Sukarno sesama aktivis Empat Serangkai bersama Moh. Hatta dan Ki Hajar Dewantoro.
Di atas kartu pos ada tulisan bahasa Belanda: Geldig tot en de maand April 2607. Artinya, berlaku hingga bulan April 2607.
Tahun 2607 merupakan tahun Jepang. Sama dengan tahun 1947 Masehi. Kartu pos ini dibuat 24-12-2603. Sama dengan tahun 1943. Ada No. 425/M. Apakah ini nomor anggota Muhammadiyah? Belum tahu.
Berarti kartu pos ini dibuat saat KH Mas Mansur masih menjabat Ketua Hoofdbestuur Muhammadiyah di zaman Jepang. Dia terpilih sebagai Ketua Hoofdbestuur pada Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta, Oktober 1937.
Andi berharap, warga yang menyimpan dokumen dan artefak sejarah Muhammadiyah bisa menghubungi untuk menambah koleksi museum.
City Tour
Usai upacara milad, diadakan City Tour Dakwah Muhammadiyah mengunjungi jejak perjuangan dakwah dan sejarah Muhammadiyah di Kota Surabaya.
City Tour diikuti anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah SMP Muhammadiyah 17 Wiyung Surabaya bersama anggota PCM Wiyung, dan Ustadz Abdan Fikri, cucu KH Mas Mansur.
Perjalananan pertama menyusuri kampung Peneleh VI. Di sini mengunjungi rumah HOS Tjokroaminoto dan rumah Abdul Latif Zein pemilik Toko Buku Peneleh.
Dua rumah ini pernah disinggahi oleh KH Ahmad Dahlan, Mas Mansur dan Sukarno muda. Tempat diskusi Islam dan perjuangan bangsa. Toko Buku Peneleh tempat mencetak dan menjual buku dan majalah tulisan KH Mas Mansur.
Kunjungan dilanjutkan ke Museum dr Sutomo di Gedung Nasional Indonesia (GNI) Jl. Bubutan Surabaya. Di sini ada makam Dokter Sutomo, teman seperjuangan KH Mas Mansur, di Surabaya Studi Club. Dokter Sutomo juga yang membantu pendirian Poliklinik Muhammadiyah di Sidodadi tahun 1924.
Terakhir berkunjung ke makam KH Mas Mansur di Masjid Ampel. Makam ini satu kompleks dengan makam KH Hasan Gipo sepupu KH Mas Mansur yang juga Ketua Tanfidziyah NU pertama. Juga ada makam Ainur Rofiq, anak KH Mas Mansur yang populer dipanggil Ustadz On.
Penulis Andi Hariyadi Editor Sugeng Purwanto