Di Zaman Nabi Musa, Bani Israil Takut dengan Bangsa Palestina oleh Abu Nasir, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Pasuruan.
PWMU.CO – Perang Hamas-Israel kali ini membangkitkan kembali memori Palestina sebagai tanah air tiga agama Abrahamik atau samawi: Yahudi, Kristen, dan Islam.
Intensitas perdebatan tentangnya melibatkan generasi milenial yang memiliki kepedulian tinggi baik kalangan pro Yahudi maupun Islam dan diramaikan melalui media sosial.
Pertanyaan dan gugatan seputar siapa pemilik sah Palestina dengan masifnya dibedah dan memicu kembali sentimen Tanah Terjanji.
Bagi Islam, Palestina merupakan warisan suci khilafah Islam sejak diterimakan dari Panglima Romawi merangkap Patriarch (Uskup Agung) Sophronius kepada Khalifah Umar bin Khattab pasca kekalahan mereka melawan pasukan Islam pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah pada 636 Masehi.
Yerusalem yang kala itu dikuasai Raja Romawi Heraklius sepakat diserahkan kepada Islam.
Khalifah Amirul Mukminin Umar bin Khattab mengambil kebijakan inklusif, dengan membuka kota untuk tiga komunitas agama samawi itu dengan Islam dan Kristen berdampingan di selatan dan Yahudi bertempat agak jauh minggir di utara
Kristen sendiri memiliki situs suci di Yerusalem. Selain lokasi Masjid al-Aqsha sendiri sebagai tempat perjamuan terkahir Nabi Isa as atau Yesus Kristus versi mereka, juga adanya bukit Golgota yang merupakan tempat penyaliban sang Mesiah.
Kampanye Zionis Internasional
Palestina hingga abad ke-20 berada dalam kekuasaan Islam sampai kekhilafahan Sultan Hamid II dari Turki Utsmani berakhir tahun 1924.
Berabad abad lamanya Islam berjuang mempertahankan wilayah itu selama periode – meminjam istilah hadis nabi- Mulkan ‘Adlon, yakni para raja tangguh dan bijaksana dari rongrongan pihak lain, terutama dalam perang salib pimpinan Shallahuddin Al Ayyubi.
Sebelum Theodore Herzl mengampanyekan untuk pertama kali wajibnya Yahudi bersatu dan merebut kembali tanah terjanji, mereka hidup tersebar di berbagai negara tanpa tanah air dalam kurun waktu ratusan tahun pasca pendudukan kaisar Titus tahun 70 Masehi.
Theodore Herzl karenanya dikenal sebagai pendiri negara Zionis Israel. Namanya dikenang sebagai The Father of the Jewish State. Laki laki kelahiran Pest, Hungaria 2 Mei 1860 ini pencetus ide besar berdirinya negara Zionis.
Idenya ia tuangkan dalam buku Der Judenstaat (The Jewish State) tahun 1896. Melalui buku itu ia menyerukan agar Yahudi hidup dalam satu kesatuan komunitas dunia dan kembali ke tanah air mereka.
Klaim Tanah Terjanji
Klaim Yerusalem merupakan tanah yang dijanjikan Tuhan untuk Yahudi merujuk pada teks Alkitab, terutama Kitab Kejadian.
Pasal 15:18 berbunyi:
“Pada hari itulah Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman:” Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat.”
Kitab Kejadian pasal 17: 7-9 menyatakan: “Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kau diami sebagai orang asing,yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama lamanya dan Aku akan menjadi Allah mereka.
“Lagi firman Allah kepada Abraham: Dari pihakmu engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun temurun.”
Kanaan dalam teks Alkitab tersebut merujuk kepada Yerusalem Palestina ketika Yusya bin Nun memimpin Bani Israel di wilayah baratnya sungai Yordan.
Pertanyaan mendasarnya adalah apakah komunitas Yahudi yang sekarang mendiami Yerusalem sama dengan Yahudi Bani Israel?
Mau Enaknya
Genealogi Yahudi berasal dari 12 suku anak turun Ya’kub as dari empat istri. Ya’kub bergelar Israel sehingga mereka populer disebut Bani Ya’kub atau Bani Israel.
Ya’kub putra Ishaq bin Ibrahim AS. Nama Yahudi nisbat pada salah satu putra Ya’kub, Yehuda disamping pula terdapat Yusuf AS, Benyamin, Lewi, Ruben, Simeon dll.
Ketika Yusuf as dipercaya raja Mesir menjadi bendahara kerajaan Fir’aun dan menjadi role model bangsa Mesir, Ya’kub memerintahkan anak anaknya untuk menyusulnya dan turut menumpang hidup di sana.( Surat Yusuf: 87 )
يٰبَنِيَّ اذْهَبُوْا فَتَحَسَّسُوْا مِنْ يُّوْسُفَ وَاَخِيْهِ وَلَا تَا۟يْـَٔسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُوْنَ – ٨٧
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”.
Anak turun Ya’kub ( Bani Israel) ini pun tinggal di Mesir dan beranak pinak di sana secara eksklusif dan perilaku drugal mereka menimbulkan permusuhan di antara warga asli Mesir dan anak turun Ya’kub.
Selama di Mesir inilah mereka hidup dalam penindasan rezim Fir’aun sampai Nabi Musa AS diutus Allah swt bersama saudaranya Harun memimpin penyelamatan keturunan Ya’kub AS menghindari kejaran Fir’aun, keluar dari Mesir menuju Ardlu Al Muqaddasah , tanah yang diberkati, Yerusalem menyeberangi laut merah.
Musa lalu memerintahkan umat Bani Israel itu untuk masuk ke tanah yang disucikan, Baitul Maqdis seperti yang disebutkan dalam al-Quran surat al-Maidah : 21
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.”
Alih-alih menerima, mereka justru menolak perintah Allah dan rasulNya dengan alasan di tanah terjanji itu masih ada penghuni, empat suku Amaliqah yang memiliki kekuatan besar (Qauman Jabbariin).
Selama mereka ada di sana Bani Israel tidak akan mau masuk bahkan saat didorong oleh dua pengikut setia nabi Musa, Yusya bin Nun dan Kalib bin Jufana. Mereka mengatakan tidak akan masuk ke wilayah itu selama lamanya.
Al-Qur an menginformasikan hal itu secara detail berikut dalam surat al-Maidah ayat 22-25
قَالُوا يَا مُوسَىٰ إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّىٰ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ
Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya“
قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِيْنَ يَخَافُوْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوْا عَلَيْهِمُ الْبَابَۚ فَاِذَا دَخَلْتُمُوْهُ فَاِنَّكُمْ غٰلِبُوْنَ ەۙ وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang (negeri) itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.
قَالُوْا يٰمُوْسٰٓى اِنَّا لَنْ نَّدْخُلَهَآ اَبَدًا مَّا دَامُوْا فِيْهَا ۖفَاذْهَبْ اَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَآ اِنَّا هٰهُنَا قٰعِدُوْنَ
Mereka berkata, ”Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja.
قَالَ رَبِّ اِنِّيْ لَآ اَمْلِكُ اِلَّا نَفْسِيْ وَاَخِيْ فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفٰسِقِيْنَ
Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, aku hanya menguasai diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu.”
Sejak itulah Allah mengharamkan tanah itu untuk Bani Israel dan menghukum mereka terlunta lunta di Padang Sinai, kebingungan tanpa arah selama empat puluh tahun.
قَالَ فَاِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ اَرْبَعِيْنَ سَنَةً ۚيَتِيْهُوْنَ فِى الْاَرْضِۗ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفٰسِقِيْنَ
(Allah) berfirman, “(Jika demikian), maka (negeri) itu terlarang buat mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka janganlah eng-kau (Musa) bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.”
Penolakan Bani Israel terhadap perintah Allah dan rasulNya sampai menimbulkan rasa tidak enak pada Musa as karena mereka mengolok-olok dan menyakitinya.
Al Qur an menggambarkan perilaku mereka dalam surat as Shaf ayat 4:
وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖ يٰقَوْمِ لِمَ تُؤْذُوْنَنِيْ وَقَدْ تَّعْلَمُوْنَ اَنِّيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَيْكُمْۗ فَلَمَّا زَاغُوْٓا اَزَاغَ اللّٰهُ قُلُوْبَهُمْۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Mengapa kamu menyakitiku, padahal kamu sungguh mengetahui bahwa sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu?” Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
Allah menghukum Bani Israel selama beberapa dekade. Mereka dibiarkan tersesat. Tidak bisa kembali ke Mesir ataupun menuju Yerusalem.
Namun selama itu pula Allah yang maha kasih mengaruniai mereka dengan berbagai kemudahan berupa makanan Manna dan Salwa , dinaungi awan dan memperoleh minuman yang memancar dari batu yang mereka bawa.
Editor Sugeng Purwanto