PWMU.CO – Ganjar Pranowo ajak anak muda terlibat proses politik yang panjang. Hal itu mengemuka dalam Dialog Terbuka Muhammadiyah bersama Calon Pemimpin Bangsa yang diadakan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Auditorium KH Ahmad Azhar Basyir MA, Gedung Cendekia, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), pada Kamis (23/11/2023).
Ganjar Pranowo hadir Bersama Mahfud MD sebagai pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3.
Acara tersebut dibuka oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSisedangkan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Abdul Mu’ti MEd sebagai moderator.
Lima panelis—Dr Mukhaer Pakkanna MM, Prof Alimatul Qibtiyah PhD, Prof Dr Ma’mun Murod, Prof Dr Ibnu Sina Chandranegara SH MH, dan Alpha Amirrachman PhD—menguji visi-misi Capres-Cawapres nomor urut 03 sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing.
Awalnya dalam dialog tersebut, Prof Dr Ma’mun Murod sebagai panelis bidang politik dan demokrasi mengajukan pertanyaan terkait kualitas demokrasi, menyoroti pemilu dan pilpres yang telah berlangsung sejumlah kali namun dianggap tidak meningkatkan kualitas demokrasi. Ia juga mempertanyakan strategi politik yang akan dilakukan untuk mengurangi masalah politik yang sangat liberal.
“Nah kira-kira, kalau nanti terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, kebijakan politik apa yang akan dilakukan untuk mengurangi mafsadat dari politik yang sangat liberal ini?” tanya Rektor UMJ itu.
Ganjar dalam tanggapannya, menekankan pentingnya proses demokratisasi yang melibatkan partisipasi publik. Ia menyoroti bagaimana proses reformasi sebelumnya telah mengeksplorasi berbagai aspek, seperti pembatasan pemerintahan yang terlalu lama, pemerintahan yang sentralistik, dan upaya anti-KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Ia mengatakan ketika banyak kelompok kritis mulai membahas hal-hal tersebut, pertanyaan awal ini sangat relevan.
“Demokratisasi meski melibatkan banyak orang, dan tentu saja ketika kemudian situasi dan kondisi itu sudah tidak sesuai, maka rakyat sebagai pemilik Republik inilah yang harus bicara, speak up,” katanya.
Ganjar menyebut bahwa dalam perjalanannya, agenda reformasi yang diinginkan pada masa lalu mengalami proses kompromi. Ketika terjadi kesepakatan kompromi, masyarakat umum merasa situasinya sudah stabil.
Namun, imbuhnya, ketika ada peristiwa yang dianggap tidak adil secara sosial dan politik, masyarakat mulai mengekspresikan kebingungannya dan mulai membicarakannya.
Baca sambungan di halaman 2: DPR yang Aspiratif