PWMU.CO – Mahasiswi ini bintang Dialog Terbuka Muhammadiyah hari kedua di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Kamis (23/11/2023).
Di akhir sesi, pertanyaan datang dari Tiara Masrifa Lubis, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka. “Pak Ganjar kita sudah pernah bertemu sebelumnya di IDFS dan di akhir dari dialog kita, Bapak mengatakan bahwasanya mengajak kami khususnya saya untuk diskusi lebih lanjut mengenai isu-isu apapun yang ada di Indonesia ini,” ujarnya.
Selanjutnya, Dia meminta izin kepada moderator Sekretaris PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mukti MEd sekaligus melayangkan kritik terkait cara Prof Mu’ti mempersilakannya mengajukan pertanyaan. “Izinkan dan berikan kami kesempatan di sini. Dilihat dari belakang tadi sudah banyak suara-suara karena agar di sini kan forumnya adalah forum publik ya,” ujarnya.
“Forum untuk bersama. Bukan forum panelis saja. Bukan forum narasumber saja. Forum kami semua di sini, jadi tadi bahasanya jangan dijadikan kami panelis keenam. Berarti yang layak hanya panelis ini, Ayahanda yang di atas ini saja begitu kan, itu kan tidak pas,” sambungnya.
Dia menegaskan, “Kita kan Muhammadiyah. Muhammadiyah itu adalah kemaslahatan gitu ya, semuanya. Apalagi kami kader. Kebetulannya juga saya adalah anggota IMM FKIP Uhamka.”
Dia lantas meminta izin kepada Ganjar. “Izinkan dan berikan waktu saya moderator Ayahanda untuk 2-3 menit menyampaikan wacana dan pemikiran yang ingin saya sampaikan. Agar wacana dan substansinya itu lengkap. Ini juga mewakili suara generasi muda,” ujarnya lantang.
Maling Teriak Maling
Di awal dia menyinggung perkataan Ganjar tentang drama sebenarnya yang terjadi. “Tapi aneh dan lucunya sepertinya maling teriak maling. Kekuasaan memang sangat indah, sangat menarik, sangat istimewa dan bahkan sangat menggoda. Banyak orang berusaha berlomba-lomba,” imbuhnya.
Dengan berkuasa, sambungnya, sudah memperoleh apa yang diinginkannya. “Menjadi sangat istimewa, menjadi sangat dipuja. Oleh karena itu bisa kita katakan bahwa orang bisa menjadi senang bahkan tersanjung. Karena dengan demikian bisa dikatakan bahwasanya orang yang berkuasa itu bisa mendapatkan segala sesuatu dengan sangat-sangat mudah,” terangnya.
Tetapi jika kekuasaan dipangku oleh orang yang tidak layak atau setengah layak, sambungnya, kita bisa katakan kekuasaan itu akan menjadi bencana. “Sehingga menyebabkan masyarakat itu mengalami kesedihan, kesusahan, kemeleratan, menjadikan kita sebagai masyarakat itu masuk penjara, menjadikan kita masyarakat ini lebih hancur dari sebelumnya,” lanjutnya.
Kalau kekuasaan misalnya itu dipegang oleh orang yang layak atau yang tepat, sambung dia, kekuasaan bisa menjadikan masyarakat yang penuh dengan kemaslahatan.
Baca sambungan di halaman 2: Masih Pede?