Dakwah yang Nyata
Ubaid lantas mengajak jamaah mengambil pelajaran. “Di tempat ini pertama kali kita melakukan shalat berjamaah. Seorang hamba menjadikan tempat ini sebagai dakwah untuk lillahita’ala. Garis dakwah yang nyata. Kemanfaatan dan kemakmuran Insyaallah bisa menerangi semua hamba Allah,” ujarnya.
Selain itu, kata Ubaid, patut kita contoh bagaimana teladan Nabi dan para sahabat yang mau dan mampu memakmurkan mushala atau masjid untuk tempat berkumpul dan sebagai pusat dakwah Islam.
“Kami melihat bagaimana masjid ini dibangun. Teringat bagaimana awal Masjid Nabawi dibangun. Saat itu shalat Jumat pertama Nabi tidak ada mimbar. Hanya ada tumpukan batu bata dan jerami,” terangnya.
Lalu ada hamba, menawarkan ke Nabi untuk membuatkan mimbar. “Rasulullah berkata, jika membuat mimbar itu tidak memberatkan, silakan. Tapi itu tidak menjadi kewajiban untuk membuatkan mimbar untukku,” sambungnya.
Alhasil, Ubaid menegaskan, “Setelah bangunan itu terwujud sebagai tempat ibadah maka selama tempat ibadah itu tetap kita pakai, tetap makmur. Dan terus kita jaga makmurnya sebagai kegiatan dakwah Islam, menyuarakan dinul Islam. Itu kewjaiban kita semua!”
Makmurkan Masjid dan Mushala
Dia menyatakan memakmurkan masjid maupun mushala adalah kewajiban bersama. “Masjid sebagai sumber dakwah tempat di mana penduduk bisa berlindung dari keadaan apapun. Seperti ketika ada bencana, datang ke masjid. Kita lihat masjid terbuka. Semua bisa masuk. Semua bisa memakmurkan,” imbuhnya.
Menurutnya, ini sebagaimana Rasulullah dulu membangun masjid. Tidak ada yang tertutup. Semua terbuka. Orang Yahudi boleh masuk untuk berlindung.
“Sering masyarakat kita membedakan masjid dan mushala, mushala tidak bisa digunakan shalat Jumat. Masjid artinya tempat bersujud. Mushala tempat untuk shalat. Semua artinya sama!” ujarnya meluruskan anggapan masyarakat.
Akhirnya dia mengungkap harapan usai shalat Jumat ini. “Mari kita makmurkan mushala yang kita cintai, yang penuh keberkahan, penuh perjuangan ini, menjadi pusat dakwah Islam. Ramai di setiap shalat. Ramai sebagai TPQ, tempat berdiskusi bagaimana mengembangkan Islam, di mana ramai anak yang mehghafalkan al-Quran sehingga hamba yang membangun ini dengan tujuan apapun mendapat pahala yang terus mengalir selama mushala ini makmur,” ujarnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni