PWMU.CO – Serunya belajar sulam dilakukan siswa-siswi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Aisyiyah Sendangagung, Paciran, Lamongan, Jawa Timur, Sabtu, (19/11/2023).
Pagi itu, mereka melaksanakan pembelajaran dengan tema Desaku, yakni pengenalan kerajinan sulam. Kegiatan bertempat di halaman gedung PAUD Aisyiyah Sendangagung dan diikuti sebanyak 77 siswa.
Salah satu guru PAUD Aisyiyah Sendangagung, Ana Muslimatin mengatakan, pembelajaran hari itu tema-nya adalah Desaku, sementara mereka mengambil sub tema Kerajinan Sulam.
“Kemudian kita mendatangkan langsung pengrajin sulam yang sudah mahir. Mereka adalah Dwi Setiyorini, Milatus Sholehah, dan Yeni Kurniawati,” jelasnya.
Dengan membawa perlengkapan menyulam, para petugas langsung praktik menyulam. Mereka memasukkan benang khusus untuk menyulam ke dalam bentangan kain dan membentuk sesuai blat yang dikehendaki.
“Para pengrajin sulam ini memosisikan diri di antara para siswa yang sudah dibagi sesuai kelompoknya masing-masing,” paparnya.
Salah satu pemateri yang juga ustadzah TPA Al Ikhlas Sendangagung, Dwi Setiyorini mengaku senang karena anak-anak semangat untuk bisa menyulam. “Mereka antusias walau ada yang hanya ingin sekadar melihat saja bagaimana cara menyulam itu,” ucapnya.
Selain belajar tentang kerajinan sulam, sebelum-sebelumnya siswa ini juga sudah praktik dengan berbagai macam sub tema di antaranya kuliner desaku, musik desaku, dan kerajinan batik.
“Alhamdulillah kearifan lokal Desa Sendangagung banyak sekali. Jadi kita bisa mudah mengeksplor itu dalam mengajar,” kata Lisa Vironika, Kepala Kelompok Bermain (KB) Aisyiyah Sendangagung.
Menurutnya, kerajinan sulam yang merupakan kerajinan asli Desa Sendangagung ini harus dikenalkan sejak usia dini.
“Ini sangat pas jika diaplikasikan dengan kurikulum merdeka, walau mereka seperti tidak memerhatikan waktu diajari, saya yakin di dalam memorinya sudah terekam semua,” katanya.
Salah satu guru TK Aisyiyah Sendangagung, Yuslina Fera Wilyana, mengatakan, serunya belajar sulam ini membuat semua gembira, baik para guru maupun anak-anak.
“Begitulah dalam melaksanakan kurikulum merdeka ini, kit sering praktik dan tekniknya kebanyakan outdoor,” pungkasnya. (*)
Penulis Sri Asian Editor Nely Izzatul