PWMU.CO – Lima krisis kemanusiaan melanda bangsa Indonesia saat ini. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr dr Sukadiono MM saat memberikan ceramah di acara puncak Milad Ke-111 Muhammadiyah.
Acara yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Banyuwangi ini bertempat di Pusat Dakwah Muhammadiyah Masjid Al-Hidayah Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Sumberasri Banyuwangi Jawa Timur dengan tema Ikhtiar Menyelamatkan Semesta, Ahad (26/11/2023).
Di awal ceramahnya, Ketua PWM Jatim Sukadiono memperkenalkan dirinya kepada 6000 orang peserta milad yang merupakan warga Muhammadiyah se-Kabupaten Banyuwangi.
“Kalau Ketua PWM Jatim sebelumnya, nama-nama mereka selalu berbau Arab, seperti KH Anwar Zain, KH Abdurrahim Nur, hingga KH Saad Ibrahim. Tapi Ketua PWM Jatim yang sekarang ini sangat berbau Jawa Sukadiono. Suka artinya seneng. Ono artinya ada dimana-mana. Jadi Sukadiono berarti seneng di mana-mana,” ujarnya disambut gelak tawa peserta Milad.
Meskipun begitu ucapnya, lanjutnya, jangan ragukan karakter Muhammadiyah saya. “Kadarnya 24 karat lebih. Bahkan bisa lebih dari yang namanya berbau Arab,” canda pria kelahiran Jombang itu.
Selanjutnya dia menyoroti krisis yang sedang melanda bangsa Indonesia saat ini. Menurutnya ada lima krisis kemanusian.
Pertama, degradasi moral. Dulu orang mengenal daerah Doli dan Kremil Surabaya sebagai daerah prostitusi. Sekarang daerah itu telah ditutup oleh pemerintah. Namun prostitusi beralih secara online. Orang mengordernya melalui medsos. Dan praktiknya di hotel-hotel berbintang. Bahkan sekarang kelompok LGBT, mereka muncul secara terang-terangan.
“Maka, berhati-hatilah terhadap hal ini. Awasi, siapa teman anak-anak kita. Yang laki-laki awasi siapa teman laki-lakinya. Sedangkan yang perempuan, awasi juga siapa teman perempuannya,” pesannya.
Sambil dia mengutip satu ayat al-Quran Surat at-Tahrim ayat 6. Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka.
Kedua, disparitas pendapatan. Yaitu terjadinya kesenjangan pendapatan antara orang kaya dengan orang miskin. Sukadiono memaparkan data dari Lembaga Oxfam yang menyebutkan 4 orang konglomerat di Indonesia memiliki kekayaan sebesar US$ 25 miliar. Itu setara dengan kekayaan 100 juta penduduk miskin di Indonesia.
Di hadapan peserta milad itu dia menyanyikan dua baris lagu yang pernah dipopulerkan Rhoma Irama.
Yang kaya makin kaya.
Yang miskin makin miskin.
Dia menjelaskan disparitas dapat mengakibatkan kriminalitas, seperti maraknya tindak pencurian. Ini akibat adanya kesenjangan yang lebar antara orang kaya dengan orang miskin. Belum lagi masalah stunting terhadap anak di bawah usia 5 tahun. Kalau ini tidak diatasi, maka tingkat stunting akan meningkat. Angka pravalensi stunting kita masih di angka 22.2% atau 21.6 %. WHO memberikan standar pravalensi stunting di bawah angka 20%.
Disparitas Pendidikan
Ketiga, disparitas pendidikan. Masih banyak warga yang tidak mampu bersekolah. Di sinilah Muhammadiyah mempunyai peran yang luar biasa untuk mengurangi disparitas itu. Dengan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang telah berdiri di mana-mana. Termasuk sekolah yang di dirikan di Papua.
Keempat, suasana hobbesian. Ini merupakan suasana yang kuat menindas yang lemah. Yang kaya menindas yang miskin. Bahkan menurut Sukadiono terkadang ada pejabat yang menindas rakyatnya.
Kelima, eksploitasi sumber daya alam. “Andai orang Kalimantan itu bisa memanfaatkan batu bara yang terpendam di buminya, maka masyarakat akan sejahtera,” tandasnya.
Dia mengatakan pernah berkunjung ke pabrik kelapa sawit di Pangkalan Bun yang dikuasai Sinar Mas. Dia bertemu dengan salah satu direksinya. Direksi itu mengatakan Sinar Mas menguasai area lahan seluas 500.000 ha. Sedangkan yang dikuasai pribumi hanya 100.000 ha. Ini menunjukkan dominasi oligarki yang tidak digunakan untuk kemakmuran masyarakat.
“Itulah kelima krisis kemanusian yang harus diantisipasi bersama. Sebagai ikhtiar menyelamatkan semesta. Muhammadiyah ingin mengambil peran dalam hal ini,” katanya.
Sesuai semangat Islam yang berkemajuan artinya Muhammadiyah mampu beradaptasi dengan kondisi untuk mengatasi problem masyarakat. Muhammadiyah mengajak berkolaborasi kepada semua pihak, tanpa membedakan agama sekalipun.
“Kalau menurut Pak Malik Fajar orang Muhammadiyah itu nyah nyoh. Orang Muhammadiyah itu mencarikan solusi terhadap problem yang dialami masyarakat,” ulasnya. (*)
Penulis Taufiqur Rohman. Editor Ichwan Arif.