Manfaatkan Politik Lobi dan Opini
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyatakan, peran Muhammadiyah dengan politik kebangsaan dinilai efektif. Bahkan menempatkan organisasi ini sebagai opinion maker. Banyak yang mencari gagasan-gagasan politik ke Muhammadiyah. Berbagai keputusan yang dirumuskan Persyarikatan dalam sidang-sidang Tanwir perlahan mulai diadopsi oleh para pengambil kebijakan. Selain itu, dalam konteks sebagai opinion maker, Muhammadiyah sangat dirujuk, tidak hanya secara kelembagaan tapi juga perorangan.
“Tetapi orang tidak sadar bahwa sebenarnya banyak yang kita lakukan melalui lobi-lobi politik lintas partai dan lintas lembaga. Itu tidak pernah muncul ke publik tetapi cukup efektif. Sebagian berhasil, bahkan sebagian RUU itu kita gagalkan. Kita gagalkan RUU itu dengan lobi. Dan Muhammadiyah bisa diterima karena kita netral. Lobi kita tidak punya interes yang berkaitan dengan bargaining position kekuasaan, tetapi untuk kepentingan bagaimana negara ini lebih baik dengan berbagai produk perundang-undangan dan kebijakan yang ada. Nah political loby ini harus ada di semua lini,” ujarnya.
Abdul Mu’ti menjelaskan, peran politik kebangsaan Muhammadiyah secara filosofis harus menjadi garam. Memberi rasa meski kadang tidak terlihat secara langsung. Sebaliknya, Muhammadiyah jangan sampai menjadi gincu yang terkesan hanya menampilkan diri sebagai hiasan politik. “Bangsa ini harus kita selamatkan. Pemilu ini harus berjalan sebagaimana yang sudah kita sepakati bersama dan pemilu ini harus berkualitas. Insya Allah Muhammadiyah akan tetap bisa dipercaya karena punya integritas,” tandasnya.
Peneliti utama politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Siti Zuhro berpendapat, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan yang berbeda dengan pesta demokrasi sebelum-sebelumnya, terlebih jika dibandingkan dengan Pemilu 2014 maupun 2019. “Bedanya lebih jelek. Kalau di Pemilu sebelumnya itu tidak diawali apapun, kecuali dengan kompetisi ‘binatang’ (cebong dan kampret). Sekarang binatangnya tidak muncul, yang muncul dinastinya,” ujar dia.
Menurut Prof Zuhro, terdapat tarik-menarik kepentingan yang tidak benar sejak awal tahapan Pemilu, baik pada legislatif maupun eksekutif. Itu terlihat dari praktik utak-atik hukum dan regulasi untuk memuluskan langkah pihak tertentu dalam membangun dinasti politik. Jika terus terjadi, maka akan menghasilkan public distrust dan memunculkan social tension. Sebab masyarakat beranggapan telah dibohongi atas orkestrasi keberpihakan serta ketidakadilan dalam memperlakukan kandidat tertentu.
Selengkapnya baca di majalah Matan Edisi 209 Desember 2023. Info pemesanan: 08813109662 (Oki). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni