PWMU.CO – Tanwir IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) berlangsung di Jakarta, Jumat-Ahad (1-3/12/2023).
Agenda Tanwir IMM XXXII dihadiri anggota Dewan Pimpinan Pusat dan Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah seluruh Indonesia.
Hasil akhir menyampaikan sembilan pernyataan sikap IMM atas dinamika kebangsaan yang terjadi terakhir ini.
Abdul Musawir Yahya, Ketua Umum DPP IMM, menyampaikan, sembilan isu tersebut hal penting yang harus direspons oleh IMM sebagai bagian dari tanggung jawab intelektualnya.
”Penyelesaian sembilan permasalahan bangsa ini memjadi syarat untuk kemajuan bangsa. Karena itu semua elemen bangsa harus berkolabarasi menangani masalah itu jika mau memajukan Indonesia,” kata pria kelahiran Makassar itu.
Sembilan pernyataan itu mencermati isu korupsi, pendidikan, kesenjangan sosial dan ekonomi, diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan, Pemilu 2024, krisis lingkungan, generasi muda, hukum dan keagamaan.
Pernyataan sikap dibacakan saat penutupan Tanwir XXXII IMM di Sofyan Hotel, Jakarta.
Pertama, IMM mengkritik gurita korupsi yang terjadi di Indonesia. Merebaknya kasus korupsi akibat langsung dari meluruhnya integritas penegak hukum juga kuatnya intervensi kekuatan politik.
”Kekuatan politik dipandang sering tebang pilih, menyasar lawan politik. Pemerintah adalah penanggung jawab utama pemberantasan korupsi dan penegakan keadilan,” kata Abdul Abdul Musawir Yahya.
Kedua, mengkritik masalah pendidikan nasional yang dipandang sebagai penyebab utama merosotnya kualitas manusia Indonesia.
”Masalah pendidikan harus segera diselesaikan, baik secara sistemik maupun secara teknis,” ujarnya.
Ketiga, mengevaluasi masalah kesenjangan sosial dan ekonomi di Indonesia. Masalah tersebut lahir karena merosotnya kualitas pendidikan, minimnya akses sumber daya, kebijakan ekonomi yang kurang merata hingga menguatnya oligarki yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Keempat, diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dilihat dari banyaknya kasus pelecehan seksual, pernikahan dini, masalah ketidakpastian nasib pekerja formal dan informal, dan keterwakilan perempuan dalam politik.
”IMM memandang perlu kerja sama pemerintah, aparat hukum dan kekuatan sipil untuk membangun kehidupan yang setara dan adil,” ujarnya.
Kelima, situasi politik jelang Pemilu 2024 bergerak ke arah permisif, pragmatis dan materialis yang menjadi sebab lahirnya praktik manipulasi, fitnah, adu domba dan narasi kebencian.
Keenam, masalah deforestrasi dan penggundulan hutan, polusi udara, pencemaran air, merebaknya sampah plastik. Rusaknya terumbu karang, buruknya pengelolaan limbah dan masalah yang lain.
Ketujuh, minimnya usaha memberdayakan generasi muda. Kondisi ini yang menyebabkan generasi muda menjadi rentan dan terpinggirkan dari segi sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan.
Kedelapan, mengkritik reduksi nilai-nilai agama yang luhur menjadi kepentingan sesaat. Hal ini dipandang telah melahirkan intoleransi, sektarianisme, ideologi maut dan politisasi agama.
”Kondisi ini perlu diselesaikan dengan upaya menghadirkan agama yang inspiratif bagi kemajuan semesta,” ujarnya.
Kesembilan, perlunya menjadikan hukum sebagai panglima dalam menyikapi seluruh persoalan kebansgaan.
”Negara wajib menghadirkan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Abdul.
Dia meminta pernyataan sikap ini diimplementasikan oleh DPD, Cabang, Korkom hingga komisariat.
Editor Sugeng Purwanto