PWMU.CO – Kisah dua Ummu Kultsum yang merugi dan beruntung diulas dalam kegiatan Ngaji Kitab Nasyiah, Selasa (5/12/2023).
Kegiatan ini merupakan agenda rutin setiap Selasa sore yang digelar Departemen Dakwah Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Jawa Timur melalui Zoom Meeting.
Kitab yang dikaji adalah _Mu’jam A’lam an-Nisaa’ fil Qur’anil Karim (Kitab ensiklopedia perempuan di dalam al-Quran) karya ‘Imad al Hilali. Kitab ini berisi kisah perempuan-perempuan yang menjadi penyebab turunnya ayat al-Quran.
Beberapa kisah perempuan seperti Asiyah binti Muzahim, Aminah binti Wahab, Asma’ binti Abu Bakar, Asma’ binti Umais, Asma’ binti Yazid, Ummu sulaim, Ummu Kultsum binti Uqbah, Ummu Kultsum binti Amru, Ummu Kultsum putri Nabi dan puluhan kisah lainnya dibahas di sini.
Wakil Ketua Bidang Dakwah PWNA Jawa Timur, Erfin Walida, menyampaikan keresahannya tentang kurangnya pengetahuan perempuan muda saat ini tentang tokoh muslim perempuan di masa lampau.
“Semoga kegiatan ini dapat membuka wawasan kita, bisa mengambil hikmah dari kisah-kisahnya, sekaligus mengasah kemampuan membaca kitab,” jelasnya.
Kisah Ummu Kultsum binti Amru yang merugi dan Ummu Kultsum yang beruntung menjadi pembahasan Selasa (5/12/2023) sore ini.
Ummu Kultsum binti Amru, seorang murtad yang merugi, termasuk enam perempuan murtad yang pergi ke Makkah di masa perjanjian Hudaibiyah. Mereka meninggalkan suami-suami muslimnya dan pergi ke Makkah meninggalkan keimanannya.
Sedangkan Ummu Kultsum binti Uqbah adalah perempuan yang dengan keberaniannya pergi ke Madinah di tengah perjanjian Hudaibiyah yang konon merugikan kaum muslimin.
Salah satu isi perjanjiannya adalah “Kaum muslimin wajib untuk mengembalikan orang Makkah yang menjadi pengikut Nabi Muhammad Saw di Madinah tanpa alasan yang benar kepada walinya, sedangkan kaum kafir Quraisy tidak wajib mengembalikan orang Madinah yang menjadi pengikut mereka.”
Sebab Turunnya Ayat 10 QS Al Mumtahanah
Saat Ummu Kultsum binti Uqbah pergi ke Madinah sendirian untuk minta dibaiat Nabi Saw, ia dijemput oleh dua saudaranya agar dikembalikan ke Makkah bersama keluarganya yang musyrik. Maka Allah menurunkan ayat 10 surat Al Mumtahanah yang mengubah poin perjanjian Hudaibiyah.
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih tahu tentang keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui (keadaan) mereka bahwa mereka (benar-benar sebagai) perempuan-perempuan mukmin, janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka. Berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu membayar mahar kepada mereka. Janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir. Hendaklah kamu meminta kembali (dari orang-orang kafir) mahar yang telah kamu berikan (kepada istri yang kembali kafir). Hendaklah mereka (orang-orang kafir) meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
Akhirnya, Ummu Kultsum binti Uqbah tidak dikembalikan ke Makkah bersama keluarganya karena ia pergi ke Madinah atas dasar keimanannya dan kesungguhannya ingin memeluk Islam.
Sementara Ummu Kultsum binti Amru diceraikan suaminya, Umar bin Khattab, setelah mendengar ayat di atas. Bahwa perempuan musyrik tidak lagi halal baginya.
Kisah-kisah puluhan perempuan lainnya akan terus dibahas di Nasyiah Ngaji Kitab setiap Hari Selasa pukul 16.00 WIB hingga 17.00 WIB. Departemen Dakwah PWNA Jatim berkomitmen untuk istiqomah mengenalkan sejarah perempuan masa lalu untuk diambil hikmahnya. (*)
Kontributor Nely Izzatul