PWMU.CO – Fikih dakwah komunitas dijelaskan Ketua Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Mochamad Arifin SAg MAg. Dia memaparkannya pada hari kedua Training of Trainer (ToT) LDK PP Muhammadiyah di Meeting Room Kampus 3 Universitas Muhammadiyah Cirebon, Sabtu (9/12/2023).
Kata Arifin, dai LDK tidak sama dengan mubaligh. Jika mubaligh berdakwah melalui mimbar, dai berdakwah di mimbar maupun luar mimbar.
“Kalau mubaligh dakwahnya kepada orang-orang yang sudah siap mendengarkan, namun dai, terutama dai komunitas, itu orang yang mendengarkan belum tentu mau. Maka harus diajak dulu dan itu butuh modal dan keikhlasan,” terangnya.
Ia lantas menjelaskan alasan dakwah harus berbasis komunitas. Yaitu karena manusia telah Allah SWT ciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, berbeda budaya dan bahasa.
Arifin mencontohkan kegiatan dakwah LDK Jawa Timur kepada anak punk yang sudah membuahkan hasil. Di antaranya, mereka bisa mendapatkan pekerjaan dan jodoh bahkan menjadi dai.
“Ini memang berat. Tapi kalau berhasil, bahagianya luar biasa. Mereka kita carikan kerja dan ketika kerja mereka bisa, bahkan ada yang kita jodohkan, bahkan ada yang sudah jadi dai,” terangnya.
Namun demikian, Arifin mengingatkan, dakwah yang LDK lakukan harus tuntas karena harus menyelesaikan. Ia mencontohkan, anak punk yang sudah berhasil menjadi dai ada yang diakui oleh organisasi lain sebagai hasil binaan mereka. Hal itu merupakan bukti dakwah yang tidak tuntas oleh LDK.
“Dai komunitas itu sangat mulia. Karena komunitas kelas bawah itu bagaikan batu di tengah jalan. Kalau batu di jalan itu tidak ada yang menyingkirkan atau memberdayakan, akan terus menjadi pengganggu di jalan,” terangnya.
Bahkan, sambungnya, orang yang tidak bisa melihat saja sadar batu di jalan itu mengganggu dan harus disingkirkan.
Butuh Modal dan Keahlian
Arifin lalu menambahkan, dakwah di kampung muallaf dan dakwah di daerah terdepan, terpencil, tertinggal (3T) juga membutuhkan modal. Untuk itu, LDK perlu kerja sama dengan lembaga tertentu untuk fundraising (galang dana).
Selain dakwah yang membutuhkan modal materi, arifin menjelaskan, LDK juga memiliki sasaran dakwah menengah yang membutuhkan keahlian khusus. “Contoh, lapas anak. Kalau masuk di.sini tidak membawa materi, tidak apa-apa. Tapi harus punya keahlian!” tegasnya.
Setelah menyampaikan materi, Arifin membagi peserta menjadi enam kelompok untuk mendiskusikan strategi dakwah komunitas. Kelompok 1 mendiskusikan strategi dakwah kelas atas, kelompok 2 membahas strategi dakwah komunitas kelas menengah, kelompok 3 membincang strategi dakwah komunitas kelas bawah.
Kelompok 4 membicarakan strategi dakwah komunitas kelas virtual, kelompok 5 berdiskusi strategi dakwah komunitas kelas khusus, dan kelompok 6 membahas strategi dakwah komunitas kelas bisnis. Setiap kelompok mendapat kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya kepada fasilitator dan peserta lain. (*)
Penulis Ain Nurwindasari Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni