Makna Musyawarah
Musyawarah berasal dari kata syawara yang artinya mengeluarkan madu dari sarang lebah. Kata ini hanya digunakan untuk hal-hal yang baik. Kegiatan yang tidak baik tidak tepat menggunakan kata musyawarah. Permufakatan jahat bukan musyawarah.
Kita tahu madu rasanya lezat dan menyembuhkan. Dihasilkan lebah dari mengisap sari bunga. Makanan pilihan. Yang terbaik. Lebah dikenal makhluk sangat disiplin. Kerja samanya mengagumkan. Lebah di mana pun dia hinggap, tidak akan membuat ranting kecil yang kering jadi patah atau rusak. Madu selain lezat juga menyembuhkan. Obat bagi penyakit.
Dalam musyawarah mereka yang datang hendaknya dengan semangat membawa madu. Lezat dan menyembuhkan. Segala persoalan dalam organisasi bisa selesai lewat semangat madu. Lezat dan menyembuhkan. Tidak ada semangat ingin menang. Apa yang dilakukan Hamka dengan Farid Ma’ruf contoh dari musyawarah yang mengandung madu. Tidak ada yang berusaha mempertahankan pendirian jika hal itu tidak menyelesaikan masalah.
Farid Ma’ruf meskipun sudah membawa beberapa map, tapi map itu tidak dibukanya. Hamka juga punya argumen mengapa dia sampai menulis di harian Abadi. Tetapi itu tidak lagi penting karena tulisan yang berniat baik itu melukai hati Farid. Maka di depan orang banyak sambil menangis dia minta maaf. Semangat madu meredam semua ketegangan.
Semangat madu itulah yang menapasi semua musyawarah di Muhammadiyah. Belum pernah terjadi dalam musyawarah ada saling lempar kursi. Jika terjadi pasti bukan orang Muhammadiyah. Karena itu ketika muktamar di stadion Solo hampir satu juta orang yang hadir, suasana tetap damai.
Prof Malik Fajar sering terharu melihat kesetiaan warga Muhammadiyah ini. Terutama ibu-ibu berusia lansia.
Sementara sepekan sesudahnya ada musyawarah organisasi dengan jumlah pereseta tidak sampai ratusan orang terjadi saling lempar kursi. Muspimda sangat kecewa. “Kalian tidak malu pada Muhammadiyah. Kemarin ratusan ribu orang berdesakan di sini. Tetapi semua tertib. Kalian hanya beberapa orang saja sudah gaduh saling lempar kursi”.
Pengunjung muktamar itu hanya sebagian kecil bisa masuk stadion. Karena semangat madu dalam musyawarah, maka yang di luar stadion bergerombol dengan gembira di sekitar layar besar menonton acara di dalam stadion lewat layar. Tapi di sekitar layar itu hanya bisa duduk ratusan orang.
Maka yang lain dengan gembira mendengarkan lewat pengeras suara tentang pidato para pimpinan di dalam stadion meskipun tidak bisa melihat gambarnya. Mereka sudah gembira. Masih ada ratusan ribu orang yang tidak bisa melihat gambarnya, tidak bisa mendengar suaranya. Mereka hanya duduk-duduk tetapi dengan hati gembira.
Mereka saling cerita perkembangan Muhammadiyah di desa atau ranting masing-masing. Mereka menunjukkan kesetiaan kepada Muhammadiyah dengan hadir di muktamar. Dengan biaya sendiri. Tidak semua berusia muda. Banyak yang masuk lansia. Prof Malik Fajar sering terharu melihat kesetiaan warga Muhammadiyah ini. Terutama ibu-ibu berusia lansia.
Mereka yakin dengan niat baik, meskipun tidak sempat melihat dan mendengar yang terjadi dalam stadion tempat muktamar, mereka yakin yang mereka lakukan itu akan berpahala. Mereka ingin menunjukkan kesetiaan pada organisasi yang bergerak amal makruf nahi mungkar. Semua gembira. Tidak ada kekecewaan. Tidak ada protes. Alangkah hebatnya madu dalam musyawarah. Inilah rasa kesetiaan pada organisasi yang luar biasa. Sangat mahal dan sering mengharukan.
Apa yang mereka peroleh? Mereka tidak minta apa-apa. Tidak membawa pulang apa-apa kecuali kelegaan hati telah menunjukkan kesetiaan pada organisasi. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post