Kekuatan Musyawarah: Perseteruan Hamka Vs Farid Ma’ruf Happy Ending; oleh Nur Cholis Huda MSi, Penasihat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur 2022-2027
PWMU.CO – Warga Muhammadiyah terutama pimpinannya selalu mengingat peristiwa ketika Buya Hamka berhadapan dengan Farid Ma’ruf. Keduanya tokoh Muhammadiyah yang sangat dihormati. Kisah ini tidak asing bagi warga Muhammadiyah
Bermula ketika tahun 1960 Presiden Sukarno mengangkat Muljadi Djojomartono sebagai menteri sosial. Banyak warga Muhammadiyah kecewa dengan kesediaan Muljadi menjadi menteri. Saat itu Bung Karno baru saja membubarkan Masyumi yang membuat umat Islam kecewa berat. Namun ada yang mendukung Mulyadi menjadi menteri demi kepentingan Muhammadiyah. Pendukung utama ialah Farid Ma’ruf.
Maka Hamka menulis di harian Abadi bahwa di Muhammadiyah sekarang ada kelompok istana dan kelompok non-istana. Tulisan itu berpengaruh besar karena ditulis oleh Hamka dan disiarkan harian Abadi, surat kabar bacaan utama orang Muhammadiyah. Seakan kini Muhammadiyah ada dua kelompok.
Kebetulan tahun itu akan ada sidang tanwir yaitu permusyawaratan satu tingkat di bawah muktamar yang akan dihadiri perwakilan seluruh Indonesia. Dalam sidang tanwir sering juga dibicarakan persoalan penting yang kalau menunggu muktamar terlalu lama. Dalam tanwir nanti Hamka akan bertemu Farid Ma’ruf. Banyak anak muda menunggu dengan berdebar. “Saya menunggu dengan berdebar seperti menunggu pertandingan Moh. Ali melawan Joe Frazier,” kata Djarnawi Hadikusumo, mewakili anak muda.
Konflik itu bagi warga Muhammadiyah awalnya terasa tajam. Dua tokoh berhadapan. Tetapi berakhir saling memaafkan dan berangkulan saling bertangisan. Tampak sekali keduanya saling berlapang dada.
Dalam sidang tanwir itu Hamka diminta tampil lebih dulu. Diminta menjelaskan tulisannya di harian Abadi. Di atas podium Hamka tampil tenang. Matanya memandang semua hadirin. Tiba-tiba dari pelupuk mata Hamka bercucuran air mata. Dengan suara tersendat Hamka mengaku jika perasaannya tersentuh segera mengambil pena lalu membuat tulisan.
“Saya bermaksud baik untuk Muhammadiyah. Namun jika tulisan itu menyinggung perasaan saudara saya Farid Ma’ruf, maka saya menyesal dan mohon ampun. Saya mohon maaf kepada saudara Farid Ma’ruf,” kata Hamka dengan suara terbata-bata.
Giliran Farid Ma’ruf tampil ke podium. Dia membawa beberapa map. Mungkin untuk menjawab kritikan Hamka. Namun Hamka ternyata tidak mengritik. Malah menangis. Dan di depan umum minta ampun kepadanya. Farid lama terdiam. Mapnya tidak disentuh. Lalu minta maaf kepada hadirin atas langkah-langkahnya. “Jika dirasa merugikan Muhammadiyah maka mohon izin saya akan mundur dari Muhammadiyah …”
Belum lagi Farid menyelesaikan kalimatnya, Hamka angkat jari dan berkata: “Saudara pimpinan, jangan Farid yang mundur. Dia sangat kita butuhkan. Saya Hamka yang mundur.” Mendengar itu Farid Ma’ruf segera turun dari mimbar. Berjalan menuju Hamka. Lalu Hamka berdiri menyongsong Farid. Keduanya berangkulan lalu bertangisan. Hadirin tertegun. Tanpa dikomando mengucapkan hamdalah. Lalu bertakbir bersama. Besoknya di harian Abadi muncul berita besar: Muhammadiyah utuh. Tidak pecah!!” Perselisihan itupun happy ending.
Konflik itu bagi warga Muhammadiyah awalnya terasa tajam. Dua tokoh berhadapan. Tetapi berakhir saling memaafkan dan berangkulan saling bertangisan. Tampak sekali keduanya saling berlapang dada. Mengapa bisa terjadi?
Baca sambungan di halaman 2: Makna Musyawarah
Discussion about this post