Ibu yang Hebat oleh Ridwan Manan, Pengajar Pondok Pesantren Al Fattah Sidoarjo, LP2M Piminan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo
PWMU.CO – Ibu punya peran sangat penting dalam keluarga bahkan dalam negara, sehingga ada ibu negara yang mendampingi kepala negara.
Tidak sedikit ibu yang hebat di belakang layar. Sosok yang tangguh mengantarkan suami dan anak yang sukses. Di balik suami yang hebat, di belakang ada istri yang lebih hebat.
Napoleon Bonaparte pernah mengatakan,”Ibu mampu menggoyangkan singgasana dengan tangan kanannya, bisa mengguncangkan dunia dengan tangan kirinya.”
Perannya tidak bisa dipandang remeh. Tidak hanya sebatas sumur, dapur, kasur. Selama 24 jam mengurus anak, suami, dan pekerjaan lainya. Dari waktu ke waktu tiada habisnya.
Sejarah Hari Ibu
Presiden Soekarno menetapkan Hari Ibu melalui Dekret Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu.
Visi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya untuk menghormati dan mengenang semangat perjuangan perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan nasib perempuan.
Berawal dari pertemuan para pejuang perempuan pada Kongres Perempuan pertama di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928.
Kongres dihadiri 30 organisasi perempuan di Jawa dan Sumatra. Peritiwa itu dianggap momen penting bagi perjuangan kaum perempuan, menyatukan visi untuk kemerdekaan bangsa dan nasib perempuan tanpa menuntut kesetaraan gender.
Seiring perjalanan waktu, Hari Ibu diperingati untuk mengungkapkan rasa kasih sayang dan terima kasih pada ibu.
Diperingati Hari Ibu bertujuan untuk menjaga semangat kebangkitan dan perjuangan perempuan di Indonesia secara terorganisasi. Sekarang peringatan itu melenceng dari visinya. Menjadi harinya ibu-ibu.
Menyiapkan Generasi Hebat
Banyak tokoh pengguncang dunia dengan karya- karyanya yang monumental. Imam Syafii di antara empat imam madzab yang terkenal karyanya masih menjadi rujukan ulama masa kini.
Sosok ibu hebat Fatimah binti Ubaidillah, ibunda Imam Syafi’i, ditinggal wafat sang suami ketika Imam Syafi’i berusia 2 tahun. Walaupun single parent tidak menyurutkan semangatnya untuk mendidik Imam Syafi’i menjadi ulama. Capaian Imam Syafi’i dengan khazanah ilmu yang sangat luas karena peran ibu sebagai madrasatul ula.
Kisah seorang tabiin ar-Rabiah bin Khutsaim, bapaknya meninggalkan dia ketika masih kecil untuk berdagang. Ibunya diberi sedikit uang. Khutsaim berpesan kepada istrinya: “Jagalah dia (harta) hingga aku pulang dengan sejumlah harta yang banyak.”
Istrinya memilih menggunakan harta itu untuk pendidikan anaknya. Hingga Khutsaim menjadi ulama. Ketika suaminya pulang, istrinya bertanya pada suaminya: “Lebih utama mana hartamu yang aku jaga atau anakmu yang kau lihat seperti sekarang ini.”
Suaminya menjawab,”Demi Allah aku lebih mencintai anakku yang aku lihat saat ini.”
Setiap ibu memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi ibu hebat. Menyiapkan generasi hebat yang diimpikan anak.
Tahun 2045 Indonesia usianya genap 100 tahun. Indonesia emas. Targetnya menjadi negara maju. Walaupun masih kurang 22 tahun lagi perlu mempersiapkan generasi penerus yang matang.
Sumber daya manusia yang unggul dan berakhlak karimah. Generasi saat ini yang akan menentukan kemajuan Indonesia di masa mendatang. Setiap ibu mempunyai impian. Impian melihat anak-anaknya sukses dan bahagia
Editor Sugeng Purwanto