Gaya Komunikasi Capres dan Pilpres 2024 oleh Dr dr Sukadiono MM, Ketua PWM Jatim, Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya
PWMU.CO – Setiap orang pasti punya gaya berkomunikasi masing-masing. Tiap-tiap orang memiliki style atau gaya yang distinktif atau khas yang membedakan satu orang dari lainnya.
Secara umum gaya komunikasi atau communication styles berkorelasi dengan gaya kepemimpinan atau leadership style seseorang. Artinya, gaya komunikasi seseorang akan mencerminkan gaya kepemimpinan seseorang.
Secara umum ada empat gaya komunikasi, yaitu controlling style, equalitarian style, structuring style, dan dynamic style.
Controlling style atau gaya komunikasi pengendalian berhubungan dengan cara seseorang menyampaikan gagasan atau ide yang cenderung satu arah atau one way communication.
Dia ingin menjadi center of attention atau pusat perhatian. Gaya komunikasi semacam ini biasanya bersifat direktif atau komando. Orang yang punya gaya komunikasi semacam ini cenderung lebih suka didengarkan.
Kalau gaya komunikasi ini dkaitkan dengan gaya kepemimpinan, maka pemimpin semacam ini lebih cenderung kepada kepemimpinan yang hirarkis dan bersifat komando.
Pemimpin dengan gaya controlling menegakkan aturan yang berpusat kepada dirinya, anak buah harus tegak lurus kepada pemimpinnya.
Yang kedua adalah equalitarian style, atau gaya komunikasi yang egaliter, sepadan, dan sejajar. Komunikator dengan gaya equalitarian biasanya melakukan pendekatan yang persuasif melalui dialog untuk meyakinkan orang lain supaya menyepakati gagasannya.
Jika dikaitakan dengan leadership style maka tipe orang ini biasanya terlihat merakyat, sederhana, humble, dan populis.
Ketiga adalah structuring style, gaya komunikasi yang terstruktur, teratur, dan terencana dengan baik. Pemilik gaya ini ialah seorang komunikator yang berbicara dengan memakai data dan referensi yang didapatnya dari kebiasaan riset membaca.
Gaya komunikasi terstruktur ini bisa menunjukkan wibawa seseorang meskipun terkadang membosankan.
Seseorang dengan kepemimpinan bergaya structuring biasanya bertindak sangat hati-hati dan tidak grusa-grusu. Ia tidak pernah bertindak gegabah, dan selalu penuh perhitungan dengan tindakannya.
Karena perhitungannya yang suka njelimet, pemimpin jenis ini sering dianggap lambat dalam mengambil keputusan.
Kelebihan pemimpin bergaya structuring ini adalah ia mempunyai kekuatan berdasarkan data, dan karenanya ia terlihat berwibawa.
Yang keempat adalah gaya komunikasi dynamic, yang mencerminkan pola komunikasi yang eksplosif, meledak-ledak, dan direct atau langsung.
Seseorang dengan gaya komunikasi seperti ini sering disalahpahami sebagai orang yang kasar atau bahkan tidak sopan. Tetapi sebenarnya seseorang dengan dynamic style biasanya lebih terbuka dan jujur.
Dalam hal kepemimpinan, pemilik gaya dinamik ini sering disebut sebagai strong leader atau pemimpin yang kuat.
Gaya kepemimpinannya cenderung bersifat perintah seperti dalam militer. Pemimpin dinamik sering terlihat emosional, dan tidak segan menunjukkan ekspresi emosinya dengan tindakan yang cenderung kasar, seperti menggebrak meja.
Kalau perspektif teoritis ini dihubungkan dengan pengalaman empiris dalam kehidupan politik Indonesia, maka kita bisa melihat personifikasinya pada para tokoh politik yang sekarang berada pada center stage pemilihan presiden 2024.
Gaya komunikasi controlling mungkin bisa diatribusikan kepada Megawati Soekarnoputri. Dalam memimpin PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Megawati menunjukkan kontrol yang kuat.
Sebagai partai pemenang pemilu yang pernah menjadi oposisi di era Orde Baru, PDIP mempunyai struktur hirarki yang solid dan disiplin. Di puncak hirarki itu Megawati menjadi pemimpin yang punya controlling kuat.
Megawati menjadi presiden kelima Republik Indonesia menggantikan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang dimakzulkan oleh parlemen pada 2001.
Pada Pemilu Presiden 2004 Megawati maju bersama KH Hasyim Muzadi, tetapi gagal karena kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan M Jusuf Kalla.
Gaya komunikasi equalitarian dimiliki oleh Joko Widodo. Ia dikenal merakyat dan rendah hati. Sejak menjadi wali kota Solo Jokowi menunjukkan gaya komunikasi yang sederhana dan dekat dengan rakyat. Jokowi terkenal dengan gaya blusukan dan bisa berdialog dengan rakyat dengan gaya yang persuasif.
Gaya persuasif dan rendah hati ini juga ditunjukkan oleh Anies Baswedan maupun Ganjar Pranowo dengan skala yang berbeda.
Ganjar lebih suka mengemulasi gaya komunikasi Jokowi, sementara Anies terlihat lebih genuine karena punya gaya tersendiri yang khas. Dengan gaya komunikasi semacam itu Jokowi terbukti bisa menjadi presiden RI selama dua periode.
Gaya komunikasi structuring dimiliki oleh SBY. Ia dikenal sangat teratur dalam berbicara dan sangat cermat dalam memilih narasi.
Pola komunikasi ala SBY ini juga dimiliki oleh Anies Baswedan. Dengan gaya komunikasi semacam ini SBY bisa menjadi presiden RI dua periode.
Gaya komunikasi dinamik dimiliki oleh Prabowo Subianto. Dengan latar belakang militer yang panjang, Prabowo menunjukkan gaya kepemimpinan yang kuat dan kadang meledak-ledak.
Prabowo sering disebut sebagai the strong leader karena karakternya yang kuat. Saat ini Prabowo sedang mengikuti kontestasi pemilihan presiden untuk kali keempat, setelah tiga kali sebelumnya gagal.
Pilpres 2024 akan menjadi ujian, apakah rakyat Indonesia menghendaki presiden yang controlling, yang equalitarian, yang structuring, atau yang dynamic. Mari kita tunggu. (*)
Disampaikan pada audiensi Tim Pemenangan Amin Jatim dengan anggota Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Jumat 22 Desember 2023, transkrip oleh Dhimam Abror Djuraid.
Editor Sugeng Purwanto