Salam Lintas Agama, Budaya atau Akidah oleh Dahlansae, Ketua MPID PCM Pare.
PWMU.CO – Mengucapkan salam lintas agama masih menjadi tren di kalangan pejabat saat pidato. Padahal ulama MUI sudah mengkritik dan mengeluarkan fatwa haram.
Salam lintas agama diambil dari ajaran enam agama di Indonesia.
1. Islam: Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
2. Kristen: Salam sejahtera bagi kita semua
3. Katolik: Shalom
4. Hindu: Om Swastiastu
5. Budha: Namo Buddhaya
6. Konghucu: Salam Kebajikan
Salam lintas agama itu sempat menimbulkan polemik saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengharamkan.
Alasan MUI kata assalamu alaikum adalah doa. Sesungguhnya memulai ucapan salam kepada orang musyrik termasuk perkara yang dilarang oleh Nabi saw.
Rasulullah bersabda: Janganlah kalian memulai ucapan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Jika kalian bertemu dengan salah seorang dari mereka.
Berdasarkan hadits tersebut kaum muslim dilarang mengucapkan salam terlebih dahulu kepada non muslim. Hadits lain juga menyeru kaum muslimin dilarang menyerupai salam orang non-muslim.
Namun surat an-Nisa (4): 86 menyebutkan apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah orang yang mendapatkan penghormatan dari orang lain, maka dia diwajibkan untuk membalas penghormatan tersebut dengan balasan yang lebih baik atau membalas dengan yang serupa.
Contoh ketika ada seseorang yang mengucapkan Assalamu alaikum, kita jawab wa alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, dan ini lebih baik. Atau sepadan dengan penghormatan yang telah diberikan seseorang yang mengucapkan Assalamu alaikum, maka kita menjawab wa alaikumussalam saja. Itu berlaku untuk sesama muslim.
Jika kita bertemu dengan non muslim yang memberi salam kepada orang Islam, maka jawabannya adalah berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Anas. Jawabannya cukup dengan kata wa alaikum. Tapi sebagian ulama boleh menjawab wa alaikum salam.
Dalam hal polemik salam lintas agama ini, MUI mengimbau para pejabat untuk tidak menggunakan salam pembuka lintas agama ketika memberi sambutan resmi.
Sesuai dalam fatwa MUI nomor 110/MUI/JTM/2019, MUI meminta umat muslim mengucapkan salam sesuai agamanya.
Menurut ketua MUI Jawa timur KH Abdusshomad Buchori tidak baik mencampuradukkan ibadah agama satu dengan yang lain. Salam cukup satu agama yang dianut oleh pejabat yang bersangkutan.
Jika dicermati, salam adalah ungkapan doa yang merujuk pada keyakinan dari agama. Contoh, salam umat Islam: Assalamu alaikum artinya semoga Allah mencurahkan keselamatan kepada kalian.
Ungkapan ini adalah doa yang ditujukan kepada Allah swt. Tuhan yang Maha Esa yang tidak ada Tuhan selain Dia.
Salam umat Budha Namo Buddhaya yang artinya terpujilah sang Budha. Satu ungkapan yang tidak terpisahkan dengan keyakinan umat Budha tentang Sidarta Gautama.
Ungkapan pembuka dari Agama Hindu Om Swastiastu, Om adalah panggilan umat Hindu khususnya di Bali kepada tuhan yang mereka yakini yaitu Sang Hyang Widhi.
Ini juga merupakan seruan untuk memanjatkan doa atau puja-puji yang tidak lain dalam keyakinan Hindu adalah Sang Hyang Widhi tersebut.
Lalu kata Swasti dari kata su yang artinya baik. Dan asti artinya bahagia. Sedangkan astu artinya semoga. Dengan demikian, ungkapan Om Swastiastu kurang lebih artinya, Semoga sang Hyang Widhi mencurahkan kebaikan dan kebahagiaan.
Bahwa doa adalah bagian yang tak terpisahkan dari ibadah. Bahkan dalam Islam doa adalah inti dari ibadah. Pengucapan salam pembuka menurut Islam bukan sekadar basa-basi tetapi doa.
Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid’ah yang tidak pernah ada di masa yang lalu. Minimal memiliki nilai syubhat yang patut dihindari.
Dewan pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur menyerukan kepada umat Islam khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam persoalan salam pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Untuk umat Islam cukup mengucapkan kalimat Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dengan demikian bagi umat Islam dapat terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya.
Dalam hal ini, menurut MUI tidak baik mencampuradukkan ibadah agama satu dengan yang lain. Salam cukup satu agama yang dianut oleh yang bersangkutan.
MUI mengambil dasar hukum dari surat al-Baqarah ayat 42 yang berbunyi: janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
Editor Sugeng Purwanto