Politik Yang ibarat Kentut
Tri Hastuti Nur mengibaratkan politik uang seperti kentut, “Seperti kentut, ada baunya tapi sulit dibuktikan pelakunya. Dan Bawaslu sebagai lembaga resmi yang ditunjuk negara untuk mengawasi politik uang perlu kita kawal atau cek,” ungkapnya.
Menurutnya, politik uang sebagai hal yang bisa dipastikan ada dalam setiap pemilu, seringkali tidak dapat dilaporkan karena kurangnya bukti meskipun kejadiannya nyata.
“Politik uang seringkali dianggap hal lumrah atau dianggap benar. Nah, inilah titik focus dakwah kita untuk mencerdaskan masyarakat bahwa hal yang dianggap lumrah ini tidak diijinkan prakteknya.” Jelasnya.
Dia mengutip UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni pasal 278, 280, 284, 515, dan 523 yang mengatur larangan politik uang oleh tim kampanye, peserta pemilu, dan penyelenggara pemilu selama masa kampanye.
Dia juga mengutip al-Baqarah 188 yang artinya, “Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Tri berpesan dalam menghadapi politik uang maka jika belum mampu nahi munkar (mencegah kemungkaran) maka pilihannya adalah beramar makruf.
“Dakwah kita sebagai warga Persyarikatan adalah beramar makruf. Berbuat baik untuk tidak menerima dan terlibat dalam politik uang jika nahi mungkar belum memungkinakan dalam hal ini,” terangnya.
Baca sambungan di halaman 3: Strategi Mencegah Politik Uang