PWMU.CO – Anies Baswedan, Calon Presiden (Capres) nomor urut 1, menggarisbawahi ancaman non tradisional, khususnya dalam bentuk hacking, semakin nyata dirasakan di Indonesia.
Hal itu tersampaikan dalam menjawab pertanyaan segmen kedua debat ketiga Capres 2024. Yakni mengenai kebijakan paslon untuk mendapatkan akses teknologi dan pengembangannya guna memperkuat pertahanan Indonesia. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia menyelenggarakan debat kali ini di Istora Senayan Jakarta, Ahad (7/11/2024) malam.
Dalam menjawab itu, Anies menyatakan perlu ada kebutuhan mendesak untuk membangun struktur pertahanan cyber yang serius. Menurutnya, solusi tidak hanya terletak pada pemberian tugas kepada sekelompok orang, melainkan melibatkan pembangunan sistem komprehensif dan perencanaan yang melibatkan seluruh lembaga termasuk komponen masyarakat.
Kedua, Anies menekankan pentingnya pengadaan teknologi terbaru. Namun dia menyoroti kuncinya bukan hanya pada teknologi itu sendiri. Melainkan pada keterlibatan semua secara semesta.
“Yang ketiga, yang tidak kalah penting, adalah mekanisme untuk merespon balik apabila terjadi kondisi serangan sehingga bisa memiliki kecepatan untuk recover, kecepatan untuk kembali, kembali dalam sistem ketika terjadi serangan-serangan cyber itu,” terangnya.
“Jadi menyusun ini satu, melibatkan secara komprehensif. Kedua, menggunakan teknologi terbaru. Ketiga, sistem recovery yang cepat,” lanjutnya.
Prabowo Nilai Anies Terlalu Teoritis
Dalam menanggapi jawaban Anies mengenai kebijakan teknologi dan pertahanan cyber, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menilai pandangan Anies terlalu teoritis.
Prabowo menyoroti pentingnya sumber daya manusia dalam menghadapi masalah kecerdasan buatan, teknologi tinggi, dan aspek cyber. Dalam tugasnya sebagai menteri pertahanan, Prabowo mengungkapkan hasilnya dalam membentuk empat fakultas baru di bidang sains, teknologi, rekayasa, dan matematika. Upaya ini diarahkan untuk menyiapkan generasi muda Indonesia agar mampu menguasai teknologi, sains, kecerdasan buatan, dan menghadapi tantangan di bidang cyber.
“Bukan barang yang kita beli, kita harus kuasai know-how-nya, kita harus kuasai sistem yang harus kita pegang, dan menurut saya, itu adalah inti dari masalah! Tidak hanya bicara, bicara yang baik-baik saja,” jawabnya.
Sementara Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo memberikan tanggapannya terhadap pernyataan Anies dengan menekankan pentingnya penguatan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta pembentukan sistem keamanan yang solid. Selain fokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur yang berkualitas, Ganjar juga menyoroti kecepatan internet dan cakupannya yang harus tinggi.
Dalam menjaga integritas sistem infrastruktur, Ganjar menekankan perlunya mencegah korupsi, di mana ia anggap sebagai persoalan utama penghambat kemajuan. Ganjar juga menggambarkan potensi besar LPDP untuk memberangkatkan generasi muda hebat ke luar negeri, dengan catatan ketika mereka kembali, perlu diberikan ruang untuk berkontribusi.
Selain itu, Ganjar berbicara tentang melibatkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta menciptakan kolaborasi yang baik. “BRIN bisa kita libatkan, mereka bisa membuat kolaborasi yang sangat bagus. Bahkan kemudian, pengamanan di kepolisian saya kira, perlu cyber institution yang dipimpin oleh Jenderal bintang 3, dan kita perlu duta besar cyber,” ujar Ganjar.
Anies Kritik Alokasi Dana Pertahanan
Dalam merespon tanggapan Prabowo dan Ganjar, Anies Baswedan menegaskan, membangun sistem pertahanan cyber melibatkan aspek perangkat lunak dan perangkat keras. Sebagai kritik terhadap implementasi, Anies menyoroti perbedaan antara rencana teoritis dan kenyataan pelaksanaan. Dia mengatakan, selama lima tahun terakhir, perhatian terhadap pertahanan cyber belum mencapai hasil optimal.
“Jadi selama 5 tahun ini apa yang dikerjakan, dalam mempertahankan sistem cyber kita justru di situ letak problemnya, jadi ketika anggaran yang begitu besar dialokasikan justru bukan untuk mempertahankan yang hari ini menjadi serangan paling modern,” ujarnya.
Ia menilai, alokasi anggaran yang besar belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk melawan serangan cyber terkini yang menjadi ancaman paling nyata dan dirasakan oleh masyarakat dan pemerintahan.
“Karena itu, menurut kami langkahnya investasi jangka panjang boleh tapi manfaatnya itu baru bisa dirasakan 5-10 tahun yang akan datang. Pertanyaannya hari ini dan kemarin apa dan itulah yang menjadi fokus kita, segera siapkan sistemnya, orangnya dan langkahnya!” tutup Anies. (*)
Penulis Ario Khairul Habib Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni