PWMU.CO – Jihad politik Nasyiatul Aisyiyah sangat penting sebagai upaya mengawal suara perempuan dan kesiapan membawa suara untuk dipertaruhkan ke ranah publik, lalu dititipkan ke orang-orang tertentu dengan harapan yang lebih baik.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Ishlah Sendangagung Paciran, Dra Hj Muthmainnah menyampaikannya dalam kegiatan Ngolah Pikir (Ngopi) dengan tema Mengkaji Jihad Politik Nasyiah yang digelar Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah (PCNA) Brondong, Lamongan, Jawa Timur, Jumat (12/1/2024).
Bu Muth, sapaan akrabnya mengatakan, jihad itu adalah sesuatu yang sukar dan letih, butuh kerja keras, sabar, ulet, sungguh-sungguh. Itulah mengapa dalam diri kita harus ada sifat jihad.
“Politik dalam pandangan islam (fiqih) yakni siasah (mengemudi) menjadi orang yang terdepan. Lalu dalam al-Quran, politik adalah al-Hikmah, yakni sebuah tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan urusan, kepentingan, kemaslahatan orang banyak,” jelasnya.
Menurutnya, politik itu membuat kebijakan publik yang ada efeknya pada masyarakat. Sehingga ketika belajar politik, tidak bisa terlepas dari teori barat. Sementara Jihad Muhammadiyah didasarkan pada QS Ali Imron ayat 104. Bahwa orang yang siap berjuang, dengan tujuan ingin mengubah lebih baik itulah jihad.
“NA adalah kader putri dan harapan Muhammadiyah. Ketika kita sudah berani berbicara tentang politik, maka kita perempuan bukan hanya berurusan dengan urusan domestik saja, tapi juga harus siap menjadi perempuan yang berperan ganda. Yakni domestik dan publik,” tandasnya.
Istri dari KH Muhammad Dawam Sholeh ini menuturkan, dalam menghadapi dinamika politik saat ini, tidak mudah bagi perempuan dan tentu banyak tantangan.
“Tantangannya adalah harus siap mengawal suara perempuan. Sehingga NA harus cerdas dan mampu menentukan pilihan yang mempunyai kriteria seperti Nabi Muhammad SAW serta harus kompeten, akuntabel dan berintegritas,” katanya.
Perempuan Harus Diperjuangkan
Menurutnya, NA juga harus berani memperjuangkan keterwakilan perempuan dalam ruang publik, meningkatkan pendidikan, wawasan politik, kaderisasi, serta membangun tradisi literasi, sehingga terwujud intelektual perempuan yang berkemajuan.
“Kenapa perempuan harus diperjuangkan? Karena ketika nanti ada suatu hal yang mengenai perempuan, akan ada yang lebih mudah menyuarakan,” tegasnya.
Sementara itu, menanggapi pro dan kontra kepemimpinan perempuan, Bu Muth menukil QS an-Naml ayat 23 tentang diperbolehkannya seorang perempuan menjadi pemimpin, salah satu contohnya adalah Ratu Balqis. Sedangkan bagi kalangan yang tidak setuju berprinsip pada QS an-Nisa ayat 34.
Lalu tentang hukum menerima amplop menjelang pemilu menurutnya adalah haram berdasarkan QS an-Nisa ayat 29. “Karena hal ini akan berdampak pada pilihan kita, menghasilkan pemimpin yang tidak tepat, munculnya kebijakan atau keputusan yang kurang akuntabel dan kepentingan rakyat berada pada urutan sepatu, di mana rakyat diposisikan di bawah sedangkan ekonom yang memberikan uang, atau partai politik lebih diutamakan,” kata Bu Muth.
Pilih Pemimpin yang Mengutamakan Akhlak
Sementara itu, narasumber kedua yakni Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Lamongan, Siswanto SSos. Dia menyoroti tentang banyaknya narasi dan gagasan politik yang luar biasa memengaruhi pola pikir masyarakat.
“Politik kita sekarang ini menjadi hal yang menarik. Ada nilai kewarasan, ada banyak adu gagasan, yang itu sangat luar biasa mempengaruhi masyarakat kita. Bisa kita lihat dengan munculnya gerakan-gerakan rakyat yang menginginkan perubahan dan sebagainya,” tutur Siswanto.
Menurutnya, ketika berbicara tentang demokrasi itu kedaulatan di tangan rakyat, maka yang menentukan baik buruknya adalah kita. Tapi kalau konteks perwakilan di dewan, kita adalah perwakilan.
“Karena kita ini demokrasi perwakilan, maka tetap kedaulatan ada di tangan rakyat. Oleh sebab itu, saat memilih pemimpin, jangan kita mengesampingkan akhlak. Bagaimana nasib bangsa kita ke depan jika memilih pemimpin nir-etika? Sebaliknya, jika pimpinan adalah orang yang berakhlak maka insya Allah negara kita akan baik,” paparnya.
Siswanto juga mengingatkan agar kader Nasyiatul Aisyiyah menggunakan hak suara dengan baik serta bisa mengawal penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai selesai.
“Kegiatan Ngolah Pikir yang digagas PCNA Brondong ini berarti sebagai upaya agar para kader melek politik. Maka kita harus hadir di TPS, gunakan hak suara kita dan hak mengawal perhitungan suara sampai selesai,” tandasnya. (*)
Penulis Lilik Maftuhatul Jannah Editor Nely Izzatul