PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi berpesan agar umat IsIam tidak saling menghujat dan menyalahkan ketika ada persamaan maupun perbedaan dalam penentuan awal puasa, idul fitri, maupun idul adha.
Hal itu ia sampaikan dalam Konferensi Pers PP Muhammadiyah tentang Maklumat Hasil Hisab Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah 1445 H yang berlangsung di Kantor Jalan Cik Di Tiro No 23, Terban, Gondokusuman, Yogyakarta serta disiarkan melalui YouTube, Sabtu (20/1/2024).
Haedar mengatakan, Muhammadiyah telah menetapkan awal puasa Ramadhan jatuh pada hari Senin tanggal 11 Maret 2024, 1 Syawal pada Rabu tanggal 10 April 2024, sementara Idul Adha jatuh pada hari Senin, 17 Juni 2024.
“Bagi kaum muslimin khususnya warga Muhammadiyah dan saudara-saudara yang mengikuti pedoman hisab wujudul hilal, serta yang meyakininya (semoga ini bisa menjadi panduan) untuk memulai ibadah puasa, Idul Fitri dan Idul Adha sebagaimana telah kami maklumatkan pada hari ini,” katanya.
Dia mengatakan, kenapa Muhammadiyah mengumumkan sekarang dan mungkin ada yang bertanya kenapa Muhammadiyah mendahului? Hal itu ia tegaskan bahwa PP Muhammadiyah tidak mendahului siapapun, serta tidak meninggalkan siapapun.
“Pengumuman dan maklumat ini hal yang lumrah terjadi pada setiap tahun. Berbagai organisasi Islam mengeluarkan, bahkan negara juga mengeluarkan kalender baik Hijriyah maupun Miladiyah yang berisi tanggal, bulan, yang ada irisannya dengan kegiatan-kegiatan ritual ibadah, juga menyangkut kegiatan-kegiatan publik baik di tingkat suatu negara bahkan di tingkat global,” ucapnya.
Persamaan atau Perbedaan Tetap Harus Toleran
Dia juga menegaskan, maklumat atau pengumuman Muhammadiyah ini juga merupakan hal yang normal terjadi serta dilakukan, karena Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujud hilal.
“Hal ini perlu kami sampaikan agar tidak lagi menjadi diskusi apalagi polemik, kok Muhammadiyah mendahului. Karena tidak ada yang kami dahului, dan sebaliknya juga tidak ada yang kami tinggalkan,” paparnya.
Selanjutnya dia menjelaskan, boleh jadi nanti ada perbedaan awal bulan Ramadhan dan dimungkinkan ada kesamaan untuk Idul Fitri serta Idul Adha, atau mungkin juga ada yang berbeda di kelompok-kelompok kecil lainnya di tanah air, sebagaimana yang terjadi setiap tahun.
“Baik kesamaan maupun perbedaan itu harus sudah menjadikan kaum muslim untuk terbiasa toleran, tasamuh, bahkan tanawu. Tanawu itu perbedaan cara dalam hal menjalankan ibadah termasuk memulai bulan-bulan Ramadhan Syawal dan Dzulhijjah,” ucapnya.
Dia berharap, pesan ini justru akan memperkuat niat kita dalam beribadah. Karena memang selama masih ada perbedaan dalam hal metode, maka menurutnya, akan selalu terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha.
“Bagaimana solusi supaya ada kesamaan?” tanya Haedar retoris.
Menurutnya, Muhammadiyah selama ini secara terbuka, demokratis dan argumentatif telah memberikan solusi yakni disusunnya dan diterimanya Kalender Global Internasional atau Kalender Islam Unifikasi yang tentu ini memerlukan proses terus-menerus.
“Sebenarnya ini telah dimulai waktu ada pertemuan antar organisasi dan negara Islam di Turki tahun 2016. Tetapi untuk perwujudan satu kalender Islam global itu memerlukan waktu. Sehingga kalau memiliki satu kalender global itu seperti juga kalender Miladyah tidak lagi ada perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi ada kegiatan yang bersifat membuat kita menjadi berbeda di dalam penentuan,” jelasnya.
Umat IsIam Harus Berpikir Secanggih Mungkin
Dia mengatakan, ini adalah hutang peradaban umat Islam, karena umat Islam ini dengan perintah iqra saja sebenarnya sudah harus menjadi umat dan bangsa yang berpikir menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi secanggih mungkin dan rasionalitas.
Dia berpesan, baik ada kesamaan maupun perbedaan tidak kalah pentingnya memaknai ibadah puasa Ramadhan dengan segala rangkaiannya yakni Idul Fitri maupun juga Idul Adha untuk melahirkan penghayatan dan pengamalan keislaman yang lebih baik.
“Jadi kalau berbeda ya tidak perlu ribut, termasuk di media sosial. Apalagi saling menghujat dan saling menyalahkan yang membuat malah nanti nilai ibadahnya jadi berkurang,” paparnya.
Dia mengajak agar umat Islam menjalani semua ini dengan menjadikan ibadah-ibadah kita sebagai sarana memperkaya spiritualitas, keshalehan, serta memperkaya relasi hubungan sosial yang damai, toleran, bersatu dalam keragaman, dan tidak kalah pentingnya justru juga membawa umat dan bangsa semakin berkemajuan.
“Jadi terima kasih dan mohon untuk berita kali ini difokuskan pada berita tentang maklumat hasil hisab Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Kalau hisab tentang 14 Februari itu sudah ditetapkan lama. Jadi jangan ditanya-tanya lagi,” pungkas Haedar dengan tersenyum. (*)
Penulis Nely Izzatul