Dialektik-Etik Islam Indonesia
Syamsul Arifin memaparkan Buya Syafii selama hidupnya menaruh perhatian pada pemikiran keislaman atau intelektualisme Islam yang ingin mempertautkan secara dialektik-etik antara Islam dengan keindonesiaan. Buya Syafii, menurutnya memiliki argumen yang kuat, yang bertolak dari pembacaan terhadap al-Qur’an, sejarah, dan konteks keindonesiaan bahwa Islam tidak perlu diletakkan secara “oposisi-biner” dengan realitas politik yang telah menjadi konsensus bangsa seperti Pancasila.
“Islam di Indonesia dalam pandangan Buya Syafii harus mewujud dalam performa sebagai ‘entitas etik’ yang nantinya menjadi pilar bagi terwujudnya Indonesia berkeadaban,” tegas Syamsul.
Abdullah Sumrahadi, mengatakan sosok Buya Syafii bukan hanya milik Muhammadiyah, namun sudah menjadi guru bangsa yang pemikiran-pemikirannya tentang keindonesiaan, keumatan, dan kemanusiaan menjadi literatur utama dalam mengawal kemajuan bangsa.
Pengajar di President University itu menambahkan bahwa nilai-nilai baik yang selama ini telah diwariskan oleh Buya Syafii harus menjadi cermin moral seluruh anak-anak bangsa di tengah kehidupan politik yang sangat pragmatis.
Sementara Ka’bati, berpendapat Buya Syafii adalah salah seorang tokoh Islam moderat yang kuat menyuarakan hak kesetaraan bagi perempuan tampil menjadi pemimpin. Buya, lanjutnya, juga menentang ketentuan-ketentuan fikih yang umumnya ditulis oleh laki-laki dan cenderung memainkan peran diskriminatif dan bias terhadap Perempuan. Karena itu, pemikiran Buya Syafii masih sangat relevan untuk ditransformasikan ke dalam sistem sosial Masyarakat sekarang ini.
Moh. Shofan menyatakan secara umum jurnal edisi Desember 2023 ini merefleksikan sekaligus menelaah secara kritis pemikiran Buya—terutama mengenai isu isu keumatan, kebangsaan, kemanusiaan, dan kebudayaan. Sejumlah artikel dalam jurnal ini tidak lain merupakan ikhtiar untuk merealisasikan gagasan besar Buya Syafii yang terangkum dalam konsep keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan.
Acara peluncuran Jurnal Maarif ini diikuti tidak kurang dari seratus peserta, baik dari kalangan akademisi, mahasiswa, aktivis, maupun masyarakat secara umum. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni