Jangan Ngawur Membuat Perumpamaan Tokoh! Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Ulama Kritis Berjejak Manis dan sepuluh judul lainnya
PWMU.CO – Di negeri ini, banyak yang aneh-aneh. Seseorang yang tak punya catatan sebagai pejuang dakwah dan pemimpin Islam yang dermawan, diumpamakan dengan Abubakar Ash-Shiddiq RA. Seseorang yang tak memiliki jejak sebagai pemuda beriman yang cerdas dan berilmu luas diumpamakan dengan Ali bin Abi Thalib Ra.
Masih ada contoh lain. Seseorang yang bukan pemimpin Islam sekaligus pejuang tegaknya syariat Islam diumpamakan dengan Umar bin Khaththab Ra.
Terkait hal itu, penting kita tahu: Bagiamana posisi perumpamaan dalam Islam? Apa pedoman kita dalam membuat perumpamaan?
Perumpamaan, dalam Islam, memiliki posisi sangat penting. Hal itu, karena perumpamaan dipakai sebagai bagian dari metode pembelajaran. Bahkan, Allah juga mengajar manusia lewat perumpamaan atau metafora. “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (al-Ankabut 43).
Di dalam al-Qur’an kita banyak menemukan contoh perumpamaan. Bahkan, sebetulnya, dua ayat sebelum ayat di atas berisi perumpamaan yang menarik sekaligus tepat. Perhatikanlah ayat yang dimaksud: “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui”.
Sekali lagi, banyak perumpamaan di dalam al-Qur’an. Satu di antaranya tergolong popular karena kerap kita baca dan/atau dengar. Mari kita baca atau dengar ulang: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (al-Baqarah 261).
Nabi Muhammad Saw juga menggunakan perumpamaan. Bahwa, suatu kali Nabi Saw mengatakan kepada Ali bin Abi Thalib Ra, ”Hai Ali, kedudukanmu terhadapku sama seperti kedudukan Harun terhadap Musa AA.”
Termasuk Mendesak
Tentu, kita sangat boleh menggunakan perumpamaan sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif. Hanya saja, harus tepat. Untuk itu, antara lain kita bisa membaca (lebih tepat, belajar) dari dua buku terbitan Pustaka Al-Kautsar. Pertama, berjudul Tafsir Ayat-Ayat Perumpamaan. Kedua, berjudul Tafsir Hadits-Hadits Perumpamaan.
Buku pertama karya Muhammad bin Shalah Asy-Syawadifi dan cetakan pertamanya terbit pada 2020. Sementara, buku kedua karya Hasan bin Abdurrahman Ar-Ramahurmuzi dan cetakan pertamanya terbit pada 2023.
Apa perumpamaan? Penerbit Pustaka Al-Kautsar, di Kata Pengantarnya mengutip Imam As-Suyuti, yang menyatakan bahwa perumpamaan adalah mendeskripsikan makna yang abstrak dengan gambaran yang konkrit karena (dengan cara itu) lebih mengesankan di dalam hati. Langkah itu, seperti menyerupakan yang samar dengan yang tampak dan yang ghaib dengan yang hadir (Asy-Syawadifi, 2020: vii).
Intinya, dengan perumpamaan kita menggambarkan hal-hal yang abstrak dengan hal-hal yang nyata agar pemahaman menjadi makin mantap. Pihak yang menerima perumpamaan itu makin paham, masuk sampai ke hati dan pikiran.
Dengan demikian, membuat perumpamaan itu penting dan perlu. Mari resapi perkataan Syaikh Abdul Munji bin Sayyid Amin yang turut memberi Kata Pengantar di buku Tafsir Ayat-Ayat Perumpamaan, berikut ini:
“Membuat perumpamanya adalah sesuatu yang lazim dilakukan untuk memperlihatkan dengan gamblang kebenaran-kebenaran yang tersembunyi, mengangkat tirai-tirai hakikat kebenaran, mengubah orang yang berkhayal menjadi orang yang yakin, orang yang ragu-ragu menjadi orang yang mantap, dan orang yang absen seolah-olah ia menyaksikan langsung”.
Baca sambungan di halaman 2: Lihat Ukuran