Lihat Ukuran
Jika akan membuat perumpamaan, siapapun dia, harus tahu diri. Dia harus mengenal dengan baik hal—hal yang akan dijadikan perumpamaan.
Misal, akan menyepadankan seseorang dengan Abubakar Ash-Shiddiq Ra, Ali bin Abi Tahlib RA, dan Umar bin Khaththab RA dengan sesorang. Maka, pihak pembuat perumpamaan harus tahu betul siapa ketiga sahabat utama Nabi SAW tersebut.
Siapa Abubakar Ash-Shiddiq RA, Ali bin Abi Thalib Ra, dan Umar bin Khththab RA? Ketiganya adalah Pemimpin Islam yang sangat berjasa. Sebagai pejuang Islam, ketiganya telah teruji.
Mereka termasuk di antara sepuluh Sahabat Nabi Saw yang pasti masuk surga. Perhatikan hadits ini: “Abu Bakar di Surga, Umar di Surga, Usman di Surga, Ali di Surga, Thalhah di Surga, Az-Zubair di Surga, Sa’ad (bin Abi Waqqash) di Surga, Sa’id (bin Zaid) di Surga, Abdurrahman bin Auf di Surga, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah di Surga” (HR Tirmidzi).
Perjuangan Abu Bakar Ra menemani dakwah Rasulullah Saw sungguh menyejarah. Bahkan, Al-Qur’an mengabadikan sebagian di antaranya, yaitu perjalanan hijrah mereka yang beresiko sangat tinggi. Saat dalam pengejaran musuh dan bersembunyi di sebuah gua di Bukit Tsur, tersampaikan-lah ucapan Nabi SAW yang akan selalu menginspirasi umat Islam kapanpun: Laa tahzan, jangan takut, Allah beserta kita. Itulah nasihat sekaligus kalimat penyemangat dari Nabi Saw untuk Abubakar RA seperti yang ada di at-Taubah 40.
Sekarang, pindah fragmen. Rasulullah Saw mengumpamakan kedekatan dirinya dengan Ali bin Abi Thalib Ra seperti Musa As dan Harun As. Perhatikan sabda Nabi Saw kepada Ali Ra ini: “Apakah engkau tidak ridha kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa” (Muttafaq ‘alaihi).
Hal lain, Ali Ra suami dari Fatimah Ra, perempuan yang kata Nabi Saw: “Malaikat turun dan memberiku kabar gembira bahwa Fatimah adalah pemimpin perempuan Surga” (HR Tirmidzi). Hal lain lagi, Ali Ra ayah dari dua cucu kesayangan Rasulullah Saw, Hasan dan Husein. Berdasar HR Tirmidzi, “Keduanya adalah pemimpin pemuda ahli Surga”.
Kemudian, kita ganti fragmen lagi. Umar bin Khaththab Ra seorang yang sangat rendah hati dan sederhana. Ketegasan dia dalam masalah agama menjadi ciri khasnya. Terkait ini, Rasulullah Saw bersabda, “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar” (HR Tirmidzi). Hal lain, Umar Ra sangat berwibawa. Bahkan, bagi setan, Umar Ra itu menakutkan. Bahwa, berdasar sabda Nabi Saw, setan lari ketakutan jika bertemu Umar Ra. Hal lain lagi, di masa kekhalifahannya, Islam berkembang pesat.
Berkaca dan Belajarlah!
Alhasil, kita akan memilih di posisi di mana? Apakah akan menggunakan perumpamaan yang benar sebagai salah satu teknik pembelajaran yang baik? Ataukah, akan memakai perumpamaan secara salah hanya untuk mencapai tujuan di luar ridha Allah?
Mari, siapapun, introspeksi. Pertama, akan mulia jika metode perumpamaan kita pakai secara tepat. Itu, bagian dari usaha mengikuti teknik pembelajaran yang al-Qur’an sendiri telah memberi contoh.
Kedua, sebaliknya, kita akan tak dihargai orang jika membuat perumpamaan yang ngawur. Kita akan dinilai sebagai pembohong jika perumpamaan yang bikin jauh dari kenyataan.
Oleh karena itu, penting mempelajari secara lebih serius tentang urgensi perumpamaan. Dengan cara itu, langsung atau tidak langsung, kita akan punya modal awal untuk cakap membuat perumpamaan yang benar sekaligus tepat. Untuk keperluan ini, dua buku yang telah disebut di atas yaitu Tafsir Ayat-Ayat Perumpamaan dan Tafsir Hadits-Hadits Perumpamaan bisa menjadi sumber rujukan yang bagus. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni