PWMU.CO – Jokowi bilang presiden boleh kampanye dan memihak dalam Pemilu, Din Syamsuddin mempertanyakan, etika mana yang membolehkan seorang presiden yang sedang berkuasa berkampanye dan memihak salah satu partai dan/atau pasangan calon presiden-wakil presiden tertentu dengan menggunakan fasilitas negara yang tak dapat disembunyikan.
”Hukum mana yang membolehkan dia berbuat demikian? Tidak ada! Tidak ada, kecuali etika dan hukum yang diobrak-abrik oleh keangkuhan dan keserakahan untuk berkuasa dan melanggengkan kekuasaan lewat anak-cucu,” kata Din Syamsuddin, Kamis (25/1/2024).
Menurut dia, inilah bentuk istidraj. Allah SWT membiarkan seseorang menikmati sesuatu yang semu hingga hilang akal budi dan akan berakhir pada tragedi.
”Memilukan. Dulu bilang begitu, kini bilang begini. Ucap dan laku yang mencerminkan hipokrisi. Jika sakarepmu dhewe, maka Gusti Allah ora sare,” tandas Ketua Umum Muhammadiyah periode 2005-2015.
”Rakyat perlu cerdas. Jangan pilih partai dan Paslonnya itu,” tegas Din Syamsuddin yang pernah menjabat Ketua Pembina MUI.
Sebelumnya Presiden Jokowi bilang presiden boleh berkampanye atau memihak dalam Pemilu. Hal itu dia katakan saat jumpa pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).
Pernyataannya itu menjawab pertanyaan ada menteri yang tidak ada hubungannya dengan politik, tapi ikut serta menjadi tim sukses pasangan capres-cawapres.
“Ya ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang setiap menteri sama saja. Yang paling penting presiden itu boleh loh kampanye, presiden itu boleh loh memihak, boleh,” kata Jokowi.
Saat itu Jokowi didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak.
Jokowi mengatakan meskipun kepala negara atau menteri bukan pejabat politik, namun sebagai pejabat negara memiliki hak untuk berpolitik.
“Boleh Pak, kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik masa gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, boleh. Menteri juga boleh,” ujar Jokowi. ”Yang terpenting menteri ataupun kepala negara bisa berkampanye tanpa menggunakan fasilitas negara.”
Dalam UU Pemilu pasal 299 ayat (1) tertulis, “Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye”. Pasal itu juga menyatakan bahwa pejabat negara yang merupakan kader partai politik (parpol) diizinkan untuk berkampanye. Pejabat negara non-parpol juga bisa berkampanye jika sebagai capres-cawapres dan selama didaftarkan sebagai anggota tim kampanye ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Namun demikian, Pasal 281 UU Pemilu memberi sejumlah syarat bagi pejabat negara yang berkampanye, termasuk para menteri dan kepala negara.
Selain harus cuti di luar tanggungan negara, mereka juga dilarang menggunakan sejumlah fasilitas negara. Ketentuan lebih jauh soal larangan memakai fasilitas negara untuk kampanye pejabat negara diatur dalam Pasal 304-305 UU Pemilu.
UU Pemilu lewat Pasal 282 dan 283 juga mengatur bahwa para pejabat negara dilarang berpihak selama masa kampanye atau membuat keputusan/tindakan yang menguntungkan/merugikan salah satu peserta pemilu selama kampanye.
Editor Sugeng Purwanto