Gunakan Pendekatan Rijalul Hadits dan Tarjih dalam Memilih Capres-cawapres

Gunakan Pendekatan Hadits dan Tarjih dalam Memilih Capres-cawapres. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu'ti MEd (Tangkapan layar Nely Izzatul/PWMU.CO)
Gunakan Pendekatan Hadits dan Tarjih dalam Memilih Capres-cawapres. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd (Tangkapan layar Nely Izzatul/PWMU.CO)

PWMU.CO – Abdul Mu’ti mengatakan proses demokrasi dalam agama termasuk wilayah muamalah duniawiah, bukan merupakan wilayah akidah atau ibadah mahdhah. Karena itu ada kebebasan atau ruang untuk mengambil langkah-langkah yang maslahat untuk kepentingan bangsa.

“Bagaimana kriteria presiden, soal bagaimana memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden, memilih partai politik sebenarnya merupakan wilayatul ijtihad atau wilayah ijtihad yang dalam konteks ijtihad itu tentu semuanya memiliki subjektivitas dan semuanya memiliki pandangan-pandangan yang secara individual menjadi pilihan politik bagi warga persyarikatan,” ungkapnya.

“Itu kalau kita bicara mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden, mungkin kita bisa menggunakan pendekatan-pendekatan yang berkait dengan kualitas dari masing-masing,” ujarnya sambil merujuk pada konsep rijalul hadits salah satu cabang ilmu hadist yang mempelajari mengenai keadaan para perawi hadist.

Dalam konteks ini rijalul hadits yang dimaksud Abdul Mu’ti ialah melihat kualitas para calon itu dari sisi kelebihannya dan sekaligus juga kekurangannya.

Hal itu disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti dalam Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah yang mengusung tema “Muhammadiyah dan Pemilu 2024”, disiarkan via Zoom dan YouTube Muhammadiyah Channel, Jumat (27/1/24) malam.

“Menentukan pilihan berdasarkan pertimbangan kelebihan dan kekurangan itu untuk menentukan pilihan, siapa yang akan kita beri kepercayaan memimpin Indonesia minimal untuk lima tahun yang akan datang,” kata Mu’ti.

Sementara pilihan-pilihan lain menyangkut program, imbuh Mu’ti, mungkin kita bisa menggunakan pendekatan tarjih, yakni menilai program itu dengan melihat, membandingkan satu dengan lainnya kemudian kita pilih yang paling rajih atau yang paling kuat mana yang akan kita percaya dan kita berikan mandat untuk memimpin Indonesia.

“Tentu ini tidak selalu mudah dilakukan dan tentu saja di dalam internal Muhammadiyah sendiri saya yakin ada perbedaan pandangan, aspirasi, dan afiliasi politik yang semua kita hormati,” ucap Mu’ti.

Dia menegaskan, perlu kedewasaan bagi seluruh warga Muhammadiyah dalam menyikapi demokrasi ini, ditandai dengan sikap kita yang arif dan bijaksana dalam menilai, menentukan pilihan, tentu dengan pilihan-pilihan yang rasional dan objektif.

“Kemudian kita menghormati mereka yang berbeda pilihan dengan kita, karena sesungguhnya proses-proses ini adalah proses ijthadi yang sudah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang di negara kita ini,” paparnya.

Mu’ti juga mengingatkan, jangan sampai karena perbedaan pilihan kemudian kita bertikai satu dengan yang lain. “Jangan sampai ke arah perbedaan pilihan kemudian kita jatuh ke dalam perpecahan,” ujarnya.

Mu’ti mengaku bersyukur, PP Muhammadiyah bisa kembali kick off (memulai) pengajian di awal tahun 2024 ini, yang merupakan bagian dari ikhtiar untuk senantiasa memberikan pencerahan kepada warga persyarikatan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terkait dengan isu-isu mutakhir yang berkaitan dengan kehidupan keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal dalam perspektif Muhammadiyah.

“Pengajian umum ini tentu dengan harapan ini bisa terus berlanjut pada masa-masa yang akan datang. Kita memang sengaja mengangkat tema Muhammadiyah dan Pemilu 2024 sebagai bagian dari pengajian dan sekaligus pengkajian bagaimana Muhammadiyah memandang dan menyikapi pemilu 2024,” katanya. (*)

Penulis Nely Izzatul Editor Mohamamd Nurfatoni

Exit mobile version