Pemimpin Membuat Kebijakan
Dari kutipan ayat-ayat itu, Hidayatulloh menyimpulkan menjadi pemimpin itu harus mampu membuat kebijakan dengan beberapa kriteria.
“Pertama kebijakan itu harus bisa menyelesaikan masalah,” ujarnya.
“Misalnya di Indonesia ini banyak sekali masalah stunting. Ibu-ibu Aisyiyah harus bisa bekerja sama dengan pemerintah, dengan dinas kesehatan dan berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah ini secara efektif,” lanjutya.
“Jika target penurunan stunting setiap tahun 10%, maka dalam satu tahun ini harus turun 10%, satu tahun lagi 10% kalau bisa standarnya bertambah. Kalau tidak turun 10% berarti kebijakan itu tidak efektif,” paparnya.
Kebijakan kedua, menurut Hidayatulloh, dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
“Kalau dalam lingkup organisasi, kesejahteraan itu bisa meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Maka program Aisyiyah harus bisa memberikan nilai tambah karena itu bagian dari kesejahteraan yang akan diterima oleh anggotanya,” terangnya.
“Warga Aisyiyah lebih memiliki kecermatan yang cukup untuk menyelesaikan masalah, punya kemampuan yang cukup untuk menghadapi masalah itu dikatakan bisa meningkatkan kesejahteraan anggota. Kalau tidak bisa meningkatkan kesejahteraan anggota tidak efektif Namanya,” imbuhnya.
Kebijakan ketiga, dikatakan efektif kalau memenuhi rasa keadilan. “Tidak boleh ada seseorang apalagi kebanyakan orang merasa dirugikan,” katanya.
“Di Aisyiyah, kalau ada kebijakan harus betul-betul dibuat sebisa mungkin memenuhi rasa keadilan,” sambungnya.
Keempat, “Seorang pemimpin itu kebijakannya harus benar dan sebaik benar tidak boleh mengikuti hawa nafsu.”
Hidayatulloh merujuk pada firman Allah dalam Surat Shad 26 yang artinya, “Wahai Daud, sesungguhnya engkau kami jadikan khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan perkara di antara manusia dengan benar atau adil. Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh orang-orang yang sesat dari jalan Allah agar mendapat azab yang berat karena mereka melupakan hari perhitungan.”
“Kita sebagai pemimpin juga seperti itu ketika membuat keputusan di organisasi tidak boleh membuat keputusan berdasarkan emosi tetapi berdasarkan Al-Haq yaitu kebenaran,” ujarnya. (*)
Penulis Dian Rahma Santoso Editor Mohammad Nurfatoni