Figur Kritis
Muhammad Hasyim Asy’ari, nama lengkap dia. Tokoh besar tersebut lahir pada 14/02/l871 di Jombang. Pada usia 15 tahun, Hasyim Asy’ari belajar di sejumlah pesantren seperti di Pesantren Wonorejo Jombang, Pesantren Wonokoyo Probolinggo, Pesantren Langitan Tuban, dan Pesantren Trenggilis Surabaya.
Kemudian, Hasyim Asy’ari melanjutkan ke Pesantren Kademangan, Bangkalan, yang diasuh Kiai Muhammad Kholil. Kemudian, belajar di Pesantren Siwalan Sidoarjo. Di kedua pesantren ini Hasyim Asy’ari belajar masing-masing selama 5 tahun.
Pada 1892 Hasyim Asy’ari ke Mekkah, berhaji. Kesempatan itu digunakannya juga untuk mendalami ilmu. Hampir seluruh disiplin ilmu agama dipelajarinya, terutama ilmu hadits.
Pada 1899, Hasyim Asy’ari mendirikan Pesantren Tebuireng di Jombang. Kecuali aktif mengajar, berdakwah, dan berjuang (yaitu bersama rakyat turut merebut kemerdekaan Indonesia), Hasyim Asy’ari juga produktif menulis. Dia menulis antara pukul 10 sampai menjelang DHuhur. Itu, waktu longgar untuk membaca kitab, menulis, dan menerima tamu.
Karya buku Hasyim Asy’ari banyak yang merupakan jawaban atas berbagai problematika masyarakat. Karyanya, banyak yang berupa respons atas masalah aktual. Misal, ketika umat Islam banyak yang belum faham persoalan tauhid atau aqidah, Hasyim Asy’ari menyusun Al-Qalaid fi Bayani ma Yajib min al-Aqaid, Ar-Risalah al-Tauhidiyah, Risalah Ahli Sunnah wa al-Jama’ah, Al-Risalah fi al-Tasawwuf, dan lain sebagainya.
Sementara, kitab At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat adalah respons kritis Hasyim Asy’ari atas isu aktual. Situs www.tebuireng.net memberi catatan, bahwa buku ini berupa: “Peringatan-peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan kemungkaran. Ditulis berdasarkan kejadian yang pernah dilihat pada malam Senin, 25 Rabi’ al-Awwal 1355 Hijriah, saat para santri di salah satu pesantren sedang merayakan Maulid Nabi yang diiringi dengan perbuatan munkar, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, permainan yang menyerupai judi, senda-gurau, dan lain-lain. Pada halaman pertama terdapat pengantar dari Tim Lajnah Ulama Al-Azhar, Mesir”.
Kemudian, sikap tegas Hasyim Asy’ari terhadap Syi’ah banyak tersebar di berbagai bukunya. Misal, salah satunya ada di kitab Al-Tibyan. Pada kitab tersebut, di hampir setiap halamannya ada kutipan pendapat para ulama salaf-shalih tentang keutamaan Sahabat dan laknat bagi yang mencelanya. Di antara ulama yang banyak dikutip adalah Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Al-Qadli Iyyadl (Bashori, 2014: 126).
Sementara, di buku Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia (2014: 145-147) dimuat Fatwa Hasyim Asy’ari bahwa, “Di antara mereka juga ada golongan Rafidhah yang suka mencaci Sayyidina Abu Bakar Ra dan Umar RA, membenci para Sahabat Nabi Saw dan berlebihan dalam mencintai Sayyidina Ali RA dan anggota keluarganya.”
Kembali ke buku Hasyim Asy’ari, dia lalu melanjutkan dengan mengutip Rasulullah SAW yang bersabda, “Janganlah kamu mencaci para Sahabatku sebab di akhir zaman nanti akan datang suatu kaum yang mencela para Sahabatku. Maka, jangan kamu menyalati atas mereka dan shalat bersama mereka, jangan kamu menikahkan mereka dan jangan duduk-duduk bersama mereka, dan jika sakit jangan kamu jenguk mereka”. Intinya, Nabi SAW telah kabarkan bahwa mencela dan menyakiti mereka (Sahabat Nabi) adalah juga menyakiti Nabi, sedangkan menyakiti Nabi haram hukumnya.
Hal lain, menurut situs yang telah disebut di atas, Hasyim Asy’ari juga sering menjadi kolumnis di berbagai majalah, seperti Majalah Nahdhatul Ulama, Panji Masyarakat, dan Swara Nahdhotoel Oelama’. Biasanya tulisan Hasyim Asy’ari berisi jawaban atas masalah-masalah fikiah yang ditanyakan banyak orang.
Baca sambungan di halaman 3: Dari Dua Ulama Besar