PWMU.CO – Kiai Dawam, sapaan akrab Drs KH Muhammad Dawam Saleh, menyuguhkan sejarah berdirinya Pondok Pesantren (Ponpes) al-Ishlah Sendangagung 1986 silam.
Begitulah sang pengasuh ponpes itu menyambut tamu undangan. Ada 193 wali santri putri kelas XI SMPM 12 Sendangagung yang menghadiri Silaturahmi dan Sosialisasi Madrasah Aliyah al-Ishlah, Jumat (2/2/2024). Lokasinya di lantai 2 Gedung Sekretariat Ponpes al-Ishlah Sendangagung, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.
Kegiatan tahunan ini bertujuan mempererat hubungan antara pondok dan wali santri, sekaligus sebagai ajang laporan perkembangan santri. Selain itu juga ada penyampaian laporan Lembaga Pendidikan baik SMPM 12 maupun Madrasah Aliyah Al-Ishlah Sendangagung. Kegiatan serupa juga akan diadakan untuk wali santri putra, Jumat (9/2/2024).
Selain Kiai Dawam, hadir juga Kepala Sekolah SMPM 12 Aminuddin Syukran SPd dan Kepala Madrasah Aliyah Al-Ishlah Sendangagung Drs H Agus Salim Syukran MPdI.
Aminuddin mengungkap, “Kesinambungan belajar di pesantren yang ideal 6 tahun dan tidak cukup SMP saja tetapi mestinya dilanjut ke jenjang MA Al-Ishlah.”
Dia kemudian mempertegas peran Pendidikan pesantren Al-Ishlah bagi siswa-siswi SMPM 12 Sendangagung.
Adapun Salim mengupas tentang anak sebagai investasi yang penting bagi orang tuanya. “Anak kita adalah investasi masa depan kita dunia akhirat. Maka perlu kita siapkan lebih baik untuk masa depan kita,” terang Wakil Pengasuh Ponpes Al-Ishlah ini.
Salah satu caranya, lanjut Salim, dengan modal pendidikan yang baik. “Di era globalisasi saat ini, makin sulit dan makin besar tantangan pendidikan karakter,” ungkapnya.
“Adanya jaringan internet di HP atau di laptop ada sisi manfaatnya dan sisi lain mengandung madharat yang besar karena mempermudah masuknya pengaruh akhlak jelek,” tambah Wakil Ketua PCM Paciran ini.
Sejarah Ponpes
Sementara Kiai Dawam dalam sesi sambutan terakhir mengungkap sejarah Al-Ishlah di hadapan wali santri yang menyimak uraiannya. Alumnus Filsafat UGM tahun 1983 ini menceritakan gagasan awal ia ingin mendirikan pondok.
“Saat saya sampaikan ide pondok pesantren dan nanti akan dihadiri santri dari Surabaya dan kota lainnya, banyak orang yang mencemooh dan bilang mustahil tanda tak percaya,” kenangnya.
Tapi kini setelah pondok berdiri, tidak hanya Surabaya santrinya. “Bahkan sudah banyak dari Maluku, Papua, Nusa Tenggara Timur, Mentawai, Sumatera Barat dan Aceh. Dari Malaysia juga ada,” ungkap kiai kelahiran 1953 ini.
Kiai Dawam mengaku, “Saat ini yang saya pikirkan hanya anak-anak. Bagaimana bisa mengarahkan anak-anak menjadi shaleh, bermanfaat, alim dan sukses dunia akhirat.”
Maka dia membagikan doa yang selalu ia baca untuk santri dan alumni Ponpes Al Ishlah.
اللهم اجعل لهذا المعهد أولادا وبنات متخرجين ومتخرجات صالحين وصالحات عالمين وعالمات ناجحين وناجحات نافعين ونافعات متقدمين ومتقدمات لإعلاء كلمتك.
“Ya Allah, jadikanlah pondok ini memiliki santri putra dan putri, dan juga alumni yang saleh dan salehah, pandai, sukses, berguna, dan maju demi meninggikan kalimah Mu,” begitu doa Kiai Dawam di ujung sambutannya. (*)
Penulis Gondo Waloyo Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni