Proyeksi Tata Kelola Harus 100 Tahun
Hilman mengatakan, jika itu semua canggih, tapi baru putusan. “Tugas saya, bapak ibu, dan para bendahara se-Indonesia mewujudkan itu semua. Bagaimana kita kedepan bisa membangun tata kelola yang baik,” ujaranya.
Aga para pimpinan memiliki kesempatan membaca data yang dimiliki, sebelum mengambil banyak keputusan strategis, Muhammadiyah adalah organisasi yang proyeksinya jangka panjang. “Kita sudah 100 tahun, mungkin 100 tahun sebelumnya model keuangan yang dulu sudah dianggap oke, tapi apakah masih tetap relevan dengan 100 tahun yang akan datang?” tanyanya.
Dirjen Haji dan Umroh tersebut menjelaskan tujuan workshop ini, “Workshop ini dalam rangka menyamakan persepsi dan ikut mengimbangi perkembangan yang ada di luar sana,” ungkapnya.
Tantangan kita semakin besar, kita sudah 100 tahun, yang artinya sudah mempunyai banyak aset yang kita miliki. “Meskipun kita tidak tahu betul berapa aset yang kita miliki itu, berapa triliun di Riau, berapa triliun yang ada di Sulawesi Selatan, juga berapa triliun di Jawa Barat dan berapa triliun di DIY,” jelasnya.
Dia menambahkan apalah arti kekayaan tanpa mengetahui nilainya, “Kita kaya, tapi tidak tahu angka kekayaan kita, ini yang kita dorong ke depan, betapa tidak beruntungnya orang yang tahu kekayaannya, ada banyak, tetapi tidak tahu seberapa banyak, dan bingung dengan kebanyakan itu mau diapakan ke depannya,” tambahnya.
Keputusan Berdasar Data
Hilman Latief berharap semua pimpinan dalam mengambil keputusan berdasarkan data yang dimiliki. “Data yang lama kita perbaiki, kita update, sehingga kita mempunyai sistem sebagai landasan kita,” paparnya.
Menurut dia, betapa indahnya kalau tahun depan para pimpinan rapat, sudah dashboardnya jelas, AUM-nya ada berapa, penghasilannnya berapa, anggaran kita tahun ini berapa. “Termasuk untuk operasional berapa, untuk pembangunan berapa, punya piutang berapa, yang macet hutangnya berapa, semua sudah terdeteksi,” harapnya.
Dia menambahkan menjadi bendahara itu mempunyai kebijakan yang kuat, dan tim yang memadai, ada tim teknis, digital, dan workshop ini untuk mengkonsolidasi, bukan dalam konteks mengkonsolidasi mengumpulkan uangnya.
“Itu tidak penting, tidak perlu, dan belum tentu baik. Tetapi yang dikonsolidasikan itu adalah sistemnya, sistem pelaporan yang lebih standar di tiap tingkatan, sehingga kita bisa menunjukkan ke publik, kita memiliki sistem anggaran yang transparan, terbuka, dan akuntabel,” tuturnya. (*)
Penulis Mahyuddin. Editor Darul Setiawan.