PWMU.CO – Akademisi Universitas Airlangga (Unair) menyampaikan petisi kritikan kepada Presiden Joko Widodo, Senin (5/2/2024).
Pernyataan sikap yang bertajuk Unair Memanggil, Menegakkan Demokrasi, Menjaga Republik ini digelar di depan Gedung Pascasarjana Kampus B Unair.
Dihadiri sekitar 150 orang terdiri dari dosen, guru besar, alumni, dan mahasiswa Unair.
Melihat ada upaya pelemahan demokrasi menjelang Pemilu 2024, mereka menyerukan agar Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan dan kepala negara bisa merawat prinsip-prinsip etika negara dengan tidak menyalahgunakan kekuasaan serta menghentikan upaya melanggengkan politik kekeluargaan.
”Kami menuntut agar tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kelompok tertentu maupun berpihak pada politik elektoral dan mengutuk segala bentuk jual beli suara atau politik uang yang dilakukan oleh peserta Pemilu,” kata Prof Dr Hotman Siahaan, guru besar FISIP Unair selepas membacakan pernyataan sikap.
Pengamat politik dari FISIP Unair, Airlangga Pribadi Kusman, menyebutkan, pernyataan sikap atau petisi ini digelar karena ada ketimpangan yang terjadi di masa akhir jabatan Presiden Jokowi.
Di antaranya pelanggaran etika berat yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres.
”Hal itu merupakan pelanggaran berat dan masih banyak hal lain yang kami nilai tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan. Kami juga menilai dan melihat aparat yang tidak netral menjelang Pemilu. Termasuk presiden sendiri di masa akhir jabatannya juga sudah tidak jelas arahnya, sudah jelas tidak netral. Sebagai negarawan seharusnya presiden bersikap netral pada kontestasi Pemilu dan Pilpres kali ini,” ujarnya.
Menurut Airlangga, dalam pernyataan sikap hari ini, pendiri bangsa ini menegaskan sistem yang dibangun republik negara hukum yang posisinya di atas kekuasaan.
“Jadi yang saat ini berlangsung jelas telah menyimpang dari prinsip hukum dan konstitusi. Hal ini membutuhkan koreksi dan evaluasi agar presiden mengingat kembali. Apalagi beliau ini sudah 9 tahun berkuasa dengan legitimasi dari rakyat, sudah saatnya presiden diingatkan tentang hal ini,” katanya.
Disinggung pernyataan Rektor Unair Mohammad Nasih agar tidak ikut-ikut mengeluarkan petisi, Airlangga menegaskan, memang acara ini bukan secara resmi dari universitas melainkan diinisiasi oleh bagian dari keluarga besar Unair yang di dalamnya ada profesor, akademisi, alumni, dan mereka yang merasa memiliki komitmen terhadap permasalahan ini.
Meski demikian, menurutnya, universitas memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk melindungi aksi tersebut.
”Memang ini bukan dari universitas secara resmi, jadi wajar kalau rektorat menanggapi demikian. Ini adalah pemanfaatan hak kebebasan mimbar akademik yang dimiliki oleh civitas academica dan kami manfaatkan itu sebagai bagian dari keluarga besar Unair. Saya pikir kalau dalam tatanannya, aturannya universitas memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk melindungi hal tersebut,” tuturnya.
Restu, mahasiswi FISIP Unair mengatakan, kondisi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik. Mulai dari penyalahgunaan kekuasaan, ketidakadilan hingga netralitas pejabat yang patut dipertanyakan.
” Saya merasakan banyak ketidakadilan. Bahkan saya merasa demokrasi di Indonesia sedang ada di ujung tanduk. Jadi saya merasa kalau pernyataan dari kampus ini memang sudah sewajarnya. Malah tidak wajar kalau kampus hanya diam saja,” tandasnya.
Penulis Ridia Septiria Editor Sugeng Purwanto