Komunitas Belajar
Strategi membangun budaya belajar (learning culture) juga dikembangkan dengan membangun learning community (komunitas belajar) di kelas maupun di pesantren. “Dengan prinsip guru, siswa dan siapa yang ada di lingkungan pesantren adalah sama-sama belajar atau pembelajar,” ungkap Suprat.
Orang tua, pihak pondok dan guru juga disatukan dalam komunitas pembelajar agar fokus mendukung kesuksesan santri. Suprat yakin, iklim belajar ini akan menumbuhkan budaya santri punya harapan yang tinggi. “Ini pemicu akselerasi belajar santri dan kerja keras untuk meraih cita-cita pendidikan lanjut,” tambahnya.
Yang tak kalah penting, sambung Suprat, santri saling belajar dengan temannya untuk meningkatkan kecerdasan dan meraih pengetahuan. “Mereka tidak bekerja dalam kesendirian melainkan menemukan itu dengan sesama temannya, dengan mentornya,” jelas dia.
Santri juga mempraktikkan pengetahuan itu bersama-sama. Dengan begitu, kata Suprat, belajar akan menjadi enjoy. “Insyaallah ini adalah sesuatu yang baru. Dengan cara begitu, belajar jadi efektif dan school effectiveness bisa di terapkan. Karena sama-sama tahu kekurangan, sama-sama tahu bagaimana melakukan perubahan dan perbaikan itu,” urainya.
Pihaknya berkomitmen menyiapkan handbook internasional maupun proses belajar bersama. Sehingga guru mampu mendesain kurikulum sederhana. Tidak hanya guru yang memahami, tapi juga mudah dipahami anak dan orang tua.
“Kita tidak mengedepankan pada dokumen-dokumen kurikulum yang rumit. Tapi lebih mengedepankan kurikulum itu simple dan hidup di lembaga ini,” imbuhnya.
Ponpes Internasional Abdul Malik Fadjar juga terbuka untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). “Yang penting ada komunikasi antara orang tua dan guru agar wali murid merasa aman dan yakin anaknya bisa berkembang sesuai dengan budaya belajar yang kita bangun,” sambungnya.
Baca sambungan di halaman 2: Capai Sukses Bersama