Etika Politik
Hendaknya, akhlak menjadi ‘pakaian’ yang kita kenakan di mana pun. Lihatlah, misalnya, Islam mengikat ekonomi dengan akhlak. Islam juga mengikat politik dengan akhlak.
Untuk yang disebut terakhir di atas, politik Islam bukanlah politik Machiavellisme yang berpendapat bahwa tujuan menghalalkan cara. Politik Islam adalah politik prinsip dan nilai (h 74).
Sesungguhnya Islam menolak dengan keras segala cara kotor, termasuk cara kotor yang digunakan untuk tujuan mulia. Sebuah hadits shahih menyatakan, “Sesungguhnya Allah Mahabaik dan Dia tidak menerima kecuali hanya yang baik” (HR Ahmad, Muslim, Tirmidzi).
Jangan pernah lupa, cara yang buruk sama saja dengan tujuan yang buruk. Keduanya harus ditolak. Adapun yang harus ada adalah cara yang bersih untuk mencapai tujuan mulia (h 75).
Pemimpin mana pun, hendaklah amanat dan adil. Sungguh, di antara akhlak mulia yang harus kita punya adalah selalu bersikap amanat dan adil. Perhatikan ayat ini: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”
(an-Nisa’ 58).
Renungkanlah dalam-dalam! Bahwa, amanat dan adil disebut secara bersamaan oleh Allah di satu ayat. Maka, kata Yusuf Al-Qaradhawi, tidak boleh seorang penguasa muslim memprioritaskan salah seorang kerabatnya, orang dekatnya, atau partainya dengan memberikan sesuatu yang bukan haknya. Juga, sebaliknya, tidak memberi sesuatu kepada yang berhak menerimanya (h 75).
Mari tengok sekitar kita, terkait sikap amanat dan rasa keadilan. Lihat, misalnya, ada berita pada 17 Oktober 2023, dengan judul: Pengamat: Gibran Diuntungkan Putusan MK, Benturan Kepentingan Sangat Terang.
Jauhi Risiko!
Kehidupan akan rusak jika hukum tak bisa mendatangkan keadilan. Kehancuran akan hadir kala kita diskriminatif. Cermatilah hadits ini: “Sesungguhnya hancurlah orang-orang sebelum kamu. Sebab, jika ada orang-orang besar (elite) mencuri, maka mereka dibiarkan saja. Tetapi jika yang mencuri adalah kaum yang lemah (rakyat jelata), maka dijatuhi hukuman potong tangan. Demi Allah, yang jiwaku berada di tangan-Nya, andaikan Fatimah binti Muhammad mencuri, maka pasti akan aku potong tangannya” (HR Ahmad, Muslim, dan Nasa’i). Pada intinya, janganlah sekali-kali memberlakukan tebang pilih dalam penegakan hukum.
Bersikaplah amanat! Serahkan sebuah urusan kepada ahlinya! Jangan undang kehancuran dengan menyerahkan urusan kepada yang bukan ahlinya.
Rasulullah Saw menyatakan bahwa kondisi dekat dengah kehancuran akan terjadi jika amanat disia-siakan. Seperti apakah yang dimaksud dengan amanat yang disia-siakan itu?
Kata Rasulullah Saw, amanat yang disia-siakan adalah jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya. Jika hal itu terjadi, maka tunggulah kehancurannya.
Di Atas Akhlak
Alhasil, kata Yusuf Al-Qaradhawi, sesungguhnya politik Islam wajib dibentuk di atas dasar keadilan, kesetaraan, serta persamaan antara semua orang dalam hak, kewajiban, dan hukum. Juga, di atas kejujuran kepada rakyat, keterusterangan akan kebenaran tanpa penyesatan, kebohongan atau kedustaan. Sesungguhnya salah satu dari tiga jenis orang yang Allah tidak akan melihat kepada mereka di hari kiamat, tidak menyucikan mereka, dan mereka akan ditimpa azab yang pedih adalah ‘Raja Pembohong’ sebagaimana dikabarkan oleh Nabi SAW (h 76).
Berkata-kata seperti di atas, Yusuf Al-Qarashawi punya sandaran kukuh. Ulama Besar yang pernah menjadi Dekan Fakultas Syariah Universitas Qatar dan sangat dihormati oleh ulama di berbagai belahan dunia itu, mendasarkan pendapatnya kepada Hadits Riwayat Ahmad dan Muslim.
Demikianlah, kita seyogyanya terus menghayati ungkapan Yusuf Al-Qaradhawi yang telah dikutip di paragraf pembuka tulisan ini. Bahwa, salah jika kita meyakini politik tidak memiliki akhlak. Hal ini karena, kata Yusuf Al-Qaradhawi, sejak awal politik Islam itu ditegakkan di atas akhlak yaitu yang memenuhi unsur keadilan, pemenuhan janji, kejujuran, dan kemuliaan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni