Pemimpin Bukan Pelayan
Jika pemimpin adalah pelayan, maka rakyat adalah juragan atau tuan besar. Narasi yang indah dalam setiap perhelatan politik, tetapi kenyataan tidak seindah janji pelayan pada juragan setelah tahun politik habis. Di luar tahun politik alih-alih rakyat diperlakukan sebagai tuan atau juragan, lebih banyak diperlakukan bagai bola yang didribel dan dioper ke sana ke mari saat menuntut hak.
Para pemimpin, baik presiden, gubernur, bupati, walikota, anggota DPR, DPRD sampai pimpinan ormas lebih tepat disebut fasilitator daripada pelayan. Atau dalam bahasa konstitusi disebut mandataris, penerima mandat sebagai pelaksana atas beragam tujuan bersama, berbangsa, bernegara.
Pemimpin sebagai fasilitator, mandataris, atau penerima mandat masyarakat, lebih moderat daripada penguasa atau pelayan masyarakat. Fasilitator harus bisa mendengar dan menyeimbangkan bermacam keinginan dari sekitar 270 juta rakyat Indonesia.
“Semoga yang tampil sebagai pemimpin hasil pemilu 2024 benar-benar pemimpin negarawan yang adil dalam mengayomi seluruh kepentingan masyarakat, mengutamakan kepentingan negara. Bukan kepentingan keluarga, juga bukan pelayan bagi kelompok tertentu saja.”
Fasilitator harus bisa melihat potensi, kelebihan dan kekurangan setiap kelompok masyarakat untuk bisa bersinergi mewujudkan tujuan bersama: Keadilan Sosial agi Seluruh Indonesia. Pemimpin harus bisa menggerakkan dan jadi teladan dalam beragam kebaikan tata kelola diri, keluarga, etika berbangsa, bernegara.
Ormas Muhammadiyah menyebut jajaran strukturalnya dengan pimpinan, bukan pengurus, penguasa, apalagi pelayan. Dengan kepemimpinan dan keteladanan para pemimpin, Allah Azza wa Jalla merawat ormas Muhammadiyah bukan sekadar mampu bertahan selama 112 tahun sejak berdiri tahun 1912, tetapi juga mampu tumbuh berkembang secara mandiri.
Pimpinan Muhammadiyah dari ranting, cabang sampai pusat telah menjadi fasilitator tumbuhnya jumlah jemaah dan amal usaha. Tanpa anggaran dari pusat, bermacam amal usaha mampu diusahakan jajaran struktural bersama kultural secara kreatif, inovatif juga “akrobat” dengan tetap berpedoman pada norma etika Persyarikatan.
Pemilihan umum telah terlaksana tanggal 14 Februari 2024. Seluruh pihak berharap hadirnya pemimpin-pemimpin eksekutif dan legislatif yang baik, pemimpin yang negarawan, demikian narasi yang sering didengungkan. Semoga yang tampil sebagai pemimpin hasil pemilu 2024 benar-benar pemimpin negarawan yang adil dalam mengayomi seluruh kepentingan masyarakat, mengutamakan kepentingan negara. Bukan kepentingan keluarga, juga bukan pelayan bagi kelompok tertentu saja. Wallahualambishawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni