PWMU.CO – Penanya lucu di Roadshow Milad Ke-8 PWMU.CO bikin tawa peserta pecah di Gedung Serbaguna Ahmad Zainuri Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember, Sabtu (17/2/2024).
Ialah Suyatno, Kontributor yang sehari-harinya menjabat Kepala SD Muhammadiyah 1 Kota Pasuruan yang bertanya, “Pimpinan, saudara, semua yang kami hormati, izinkanlah saya dari Kota Pasuruan memang memberanikan bertanya.”
Dengan santai ia lanjut mengakui, “Pertama biar masuk TV, hehe. Kalau nggak gini kan nggak dikenal saya nanti. Ini ditulis nggak apa kalau saya. Suyatno dari Kota Pasuruan bertanya agar diliput. Setuju, ya?” Tawa para kontributor siang itu pun langsung pecah.
“Lek ndak (diliput) yo duso kayake,” kelakarnya yang lagi-lagi mengundang tawa peserta dari daerah Banyuwangi sampai Pasuruan itu.
Dia lantas berterima kasih ke Sugeng Purwanto, pemateri yang sehari-harinya aktif menjadi editor senior di PWMU.CO. “Kami ini penulis yang awalnya memang seperti bersepeda saja, bolak-balik salah,” ungkapnya mulai serius.
Ia teringat ketika Sugeng meneleponnya untuk konfirmasi narasumber pada berita yang ia tulis. “Yang ngomong ini Semar atau Petruk, Pak Yatno?” ujarnya menirukan pertanyaan Sugeng.
“Nggih Semar, Pak. Hehe,” jawabnya kala itu. “Karena saya ini ceritanya sering wayang,” imbuhnya.
Maka ia menanyakan, “Bagaimana kiat-kiat ini (menulis berita) biar terus istikamah, terus berani mengambil sikap untuk judul atau apa ya yang nekat.”
Yatno kemudian teringat ketika ada tulisan tentang film Dirty Vote. Seperti yang Sugeng ceritakan saat menjelaskan materi di pertemuan itu. “Tadi ceritanya santai, sabar, tentang film. Tapi setelah njenengan ubah, medeni! Hehe,” imbuhnya mengundang tawa.
Dengan jujur Yatno mengungkap, “Bagi kita kalau mau menulis, kalau mau membuat judul yang medeni itu deg-degan. Ini nanti nyasar, kena semprit, berhubungan dengan hukum apa ndak gitu?”
Namun ia yakin, beritanya aman usai Sugeng edit. “Kalau ada salahnya langsung udah diedit pak Sugeng itu,” ujarnya.
“Monggo tepuk tangan po’o ya Allah,” tepuk tangan langsung meriah disertai tawa. “Wong sesama wartawan kok nggak mau tepuk tangan,” ujarnya terus bercanda dan mencairkan suasana.
Kode Etik Jurnalis Muhammadiyah
Dari sinilah Sugeng memberikan penjelasan tiga kode etik jurnalis Muhammadiyah. “Yang pertama, tidak saling menjelekkan sedulur,” tutur Wakil Ketua MPID PWM Jatim itu.
Sugeng menegaskan, “Sesama manusia seharusnya saling menghormati tanpa membuat hati dari salah satu tokoh yang kita beritakan tersinggung.”
Kedua, Ketua PCM Lakarsantri Surabaya itu menegaskan, ketika merasa benci pada suatu tokoh, jangan terlalu banyak memberikan nada kebencian ketika membuat berita tentang tokoh tersebut.
Ketiga, tampilkan suatu fakta secara jelas. Sugeng menuturkan, “Jika ada salah satu tokoh melakukan kesalahan, jangan takut jika ada gugatan hukum nantinya, sampaikan fakta tersebut apa adanya.”
Ia mencontohkan, misal ada demonstran yang merusak fasilitas umum, tidak perlu disebutkan namanya.
Akhirnya, Sugeng bercanda, “Nggak usah khawatir Pak Yatno. Tulisannya Pak Yatno nggak berisiko dilaporkan polisi lho. Cerita wayang gitu, lho. Kecuali cerita wayangnya itu wayang nakal ya.”
Wayang nakal yang ia maksud ialah menyamakan wayang untuk menjelekkan tokoh politik. Menurutnya, tulisan seperti inilah yang berisiko.
Sebelum sesi tanya jawab berlangsung, di Gedung Serbaguna Ahmad Zainuri Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember, Sugeng mengupas materi tentang kiat-kiat agar berita yang kontributor tulis bisa lolos pengeditan.
Pada sesi akhir acara, para penanya mendapatkan doorprize payung. Payung itu merupakan donasi dari SMA Muhammadiyah 3 (Smamga) Jember. (*)
Penulis Muhammad Arief Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni