PWMU.CO – PPI AMF menjadi langkah awal terobosan di bidang pendidikan merupakan harapan Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof Dr Muhadjir Effendy MAP.
Terkait pemilihan nama Abdul Malik Fadjar, Prof Muhadjir menyatakan, sejak awal ia berencana ada perguruan dengan kualitas bagus yang mengabadikan nama Abdul Malik Fadjar. Namun semasa hidupnya Prof Malik Fadjar, sang guru bangsa itu menolak.
“Ojo, sek urip kok dipakai,” ujarnya menirukan penolakan Prof Malik karena saat itu masih hidup. Hal ini mengundang gerr-gerran di aula lantai 4 PPI AMF yang penuh oleh sekitar 400 undangan.
Begitupula ketika di Pare. Sewaktu Prof Malik menjadi menteri agama RI, namanya juga diminta takmir untuk diabadikan sebagai nama masjid. Namun saat itu ia menolak karena masih hidup.
Karena Prof Abdul Malik Fadjar telah wafat pada 7 September 2020, maka muncullah inisiatif menggunakan namanya untuk ponpes internasional tersebut. Dari sini Prof Muhadjir berpesan, “Pak Suko dan seluruh PDM, jangan terlalu tergantung kepada UMM. Karena ini perguruan yang akan dipersembahkan untuk wilayah Jawa Timur.”
“Jadi ini harus menjadi milik seluruh Muhammadiyah Jatim. Saya minta para rektor seluruh Jatim juga ikut memiliki,” ajaknya ketika menghadiri peluncuran Pondok Pesantren Internasional Abdul Malik Fadjar (PPI AMF), Rabu (21/2/2024).
Ia juga berpesan agar mereka berkolaborasi. Prof Muhadjir berharap, sumber daya manusia maupun peralatannya harus betul-betul menggambarkan ini perguruan di Jatim, walaupun tempatnya ada di Malang.
Prof Muhadjir pun yakin, jika PPI AMF berhasil bagus maka sangat mungkin untuk membangun sebagai bagian dari perguruan ini di daerah lain di Jatim. “Mudah-mudahan dengan kehadiran perguruan ini menginspirasi dan mendorong sekolah-sekolah di Jatim bangkit menjadi sekolah berstandar internasional,” harapnya.
Kritik
Menjelang akhir sambutannya, Prof Muhadjir mengkritik, rata-rata sekolah di Malang relatif belum bangkit. “Baru perguruan tingginya (yang bangkit). Bahkan dulu ada beberapa SD yang sudah hampir mati dan ada yang saya merger,” ungkapnya di aula lantai 4 PPI AMF.
Di sisi lain, Prof Muhadjir yakin, “Kalau ditangani dengan sungguh-sungguh dan ditekuni, di belakangnya ada mimpi yang akan dibangun di balik perguruan itu, itu pasti jadi.”
Ia lantas menyebutkan sekolah di Malang yang sudah bagus kualitasnya. Yakni SD Muhammadiyah di Jenderal Soedirman, Kawi, dan Dau.
“Ingat, ini menyandang nama besar Pak Malik. Jangan sampai nama besar itu tersia-siakan! Hanya sekadar nama tapi tidak benar-benar membawa ruh dan visi beliau,” tuturnya.
Karena itu, ia berpesan kepada Direktur PPI AMF Dr Suprat MEd, “Mohon ini tidak ditangani secara sembarangan. Kalau perlu direkturnya nggak boleh pulang, harus berada di sini. Nanti kita bikinkan rumah di sini.”
“24 jam harus memikirkan masa depan sekolah ini. Untuk yang lain nanti bisa kita atur bareng-bareng. Soal pengembangan insyaallah kita tidak ada masalah. Yang penting kita tangani dengan sungguh-sungguh. Faidzafaraghtafanshab wailarabbikafarghab,” pesan dia menukil surat al-Insyirah.
“Lupakan masa lalu, kita segera bergegas membangun impian-impian yang lebih besar!” imbau Rektor UMM periode 2000–2016 itu.
Ia lantas titip ke PWM Jatim agar menjadikan PPI AMF ini langkah awal untuk selanjutnya lebih melakukan terobosan besar di bidang pendidikan. “Karena Muhammadiyah itu memang core bisnisnya ya di bidang pendidikan. Boleh bergerak di sektor lain, insyaallah setelah ini kita maju di sektor ekonomi, tapi jangan lupa pendidikan ini tetap jadi bisnis utama kita,” tegasnya.
“Kami janji insyaallah perguruan ini tidak akan menyia-nyiakan nama besar beliau. Mudah-mudahan ini menggambarkan visi beliau tentang pendidikan,” harap Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) RI itu. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni