PWMU.CO – Pesantren Internasional Abdul Malik Fadjar harus berstandar tinggi disampaikan oleh Haedar Nashir. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu mengimbau Direktur Pondok Pesantren Internasional Abdul Malik Fadjar (PPI AMF) Dr Suprat MEd untuk mengawali PPI AMF dengan standar tinggi.
Sebab, PPI AMF memakai nama besar Prof Abdul Malik Fadjar sekaligus ‘internasional’. “Tanpa kompromi dan toleransi! Termasuk, boleh jadi tanpa rekomendasi dari siapapun yang masuk ke sini,” ujarnya sambil tersenyum bersambut tepuk tangan undangan.
“Kecuali rekomendasi dari Allah SWT. Ketua Umum pun nanti kalau bikin rekomendasi dan tidak layak diterima, jangan masuk!” kelakarnya, Rabu (21/2/2024).
Standar tinggi ini, sambung Prof Haedar, karena Muhammadiyah sudah banyak sekolah, boarding school, madrasah, pesantren. “Tapi kita mencoba untuk sebanyak-banyaknya kepentingan orang banyak! Wujud semangat al-Maun,” tegasnya.
Ia menyadari sekolah Muhammadiyah kebanyakan merakyat. “Kita terlalu baik merakyatnya sehingga lupa mengagendakan untuk mereka yang elite, sekolah dan rumah sakit elite” terangnya.
Menurutnya, itu tidak masalah. “Karena yang elit pun tetap menjadi bagian dari Keperluan dakwah kita. Mereka harus memperoleh sinar Islam yang rahmatan lil alamin,” tuturnya.
Ia menekankan, Muhammadiyah tidak punya pandangan secara stratifikasi sosial, hanya memihak kaum bawah atau menengah saja. “Yang atas pun sama,” imbuhnya.
Maka ketika Muhammadiyah bikin sekolah internasional elite, atau nasional tapi elit, menurutnya tidak masalah. “Toh nanti terkena sunnatullah. Biarpun kita bikin sebanyak-banyaknya, nanti yang akan bisa survive itu yang akan bertahan,” ujarnya.
Sekali lagi ia menegaskan, “Pakai standar tinggi agar label ini bisa teraih. Di al-Quran ada konsep kelompok kecil strategis bisa menguasai kelompok banyak karena izin Allah. Izin Allah itu juga sesuai sunnatullah.”
Prof Haedar menyampaikan, “Saatnya Muhammadiyah masuk ke arena ini ketika yang lain sudah mendahului.”
“Harus ada sekolah elitis dan Muhammadiyah mampu untuk itu! Mindsetnya harus kita ubah, sekolah berkemajuan!” tuturnya.
Tradisi Besar
Dalam tausiahnya di momentum peluncuran PPI AMF di aula lantai 4, Prof Haedar mengingat kembali tradisi besar yang Prof Malik Fadjar ajarkan untuk pemuda.
“Bermuhammadiyah itu kata beliau harus luas dan melampaui. Jangan berada di lorong sempit,” ujarnya mengingat pesan Prof Malik Fadjar yang selalu diulang-ulang.
Menurut Prof Haedar, “Apa yang kita lekatkan pada boarding school ini sebenarnya tidak seberapa tapi untuk wujud rasa takzim kami kepada beliau. Sekaligus mengambil intisari dari jejak pemikiran dan langkah beliau.”
Prof Haedar menyadari di Muhammadiyah, tidak banyak nama-nama tokoh yang dilekatkan dengan perguruan tinggi, rumah sakit, atau lembaga pendidikan. “Selain pertama, bagi yang sudah meninggal. Kedua, tokoh besar,” ungkapnya.
Setelah Kiai Dahlan, ada Prof Dr Hamka yang namanya dilekatkan pada Universitas Muhammadiyah. “Ini nama beliau kita lanjutkan sebagai wujud pentakziman kami kepada beliau. Insyaallah menjadi amal jariah bagi keluarga yang nilainya melampaui apa yang kita miliki selama ini,” ujarnya.
Prof Haedar masih ingat ketika dirinya sendiri menjadi saksi keteladanan Prof Malik Fadjar. “Kami termasuk junior yang dekat dan dibimbing olehnya. Saya di PP Muhammadiyah sejak tahun 2000, masih muda saat itu. Saya masih muda saat itu. Dan yang termuda, bersama beliau di PP Muhammadiyah.”
“Betapa banyak keteladanan, beliau tidak banyak kata sebenarnya, tetapi lebih menunjukkan apa yang beliau pikirkan dan lakukan itu selalu sejalan dan selaras,” imbuhnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni