PWMU.CO – Di balik penampilan Tahfidh Quran Tematik (TQT) saat Grand Launching Pondok Pesantren Internasional Abdul Malik Fadjar (PPI AMF), ada filosofi mendalam yang sejalan dengan keunggulan ponpes milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu.
Ialah bagaimana menerapkan living language serta living Quran dan Sunnah. Hal ini disampaikan Wakil Direktur PPI AMF Pradana Boy PhD saat diwawancarai PWMU.CO, Rabu (21/2/2024) siang. Putra keduanya, Rahbar Zaravet Kavihilghafoor, ikut menampilkan TQT pada praacara.
Kavi, sapaan akrabnya, tampil bersama keenam rekannya dari SD Aisyiyah Kamila Kota Malang. Mereka menghafal mufradat kisah Nabi Ibrahim di surat ash-Shaffat. Mereka juga bermain peran singkat untuk menyampaikan pentingnya menghafal al-Quran sekaligus mengetahui artinya agar tidak merugi.
Usai membaca surat ash-Shaffat ayat 83-98, mereka bermain kuis tebak-tebakan. Misal, menyebutkan kata kunci sebuah ayat, lalu membacakan ayatnya secara lengkap. Ada pula pertanyaan menyebutkan ayat berapa ketika dibacakan terjemahnya.
Anak kedua dari empat bersaudara itu mengaku senang dan agak deg-degan ketika hendak tampil. Ini bukan pertama kalinya ia tampil. “Sebelumnya pernah tampil di UMM,” ujar Kavi lalu mengiyakan semisal ada kesempatan tampil lagi.
Untuk persembahan di praacara itu, kata Kavi, timnya hanya perlu waktu persiapan selama dua hari. Sebab, mereka memang sudah terbiasa mengahafal dengan metode itu sejak kelas I.
Tahfidh Quran Tematik
Pradana yang bertugas sebagai salah satu panitia pun menyempatkan diri melihat penampilan anaknya yang kini duduk di kelas VI itu. Menurutnya, Kavi tampil percaya diri.
Pradana menerangkan, “Kavi belajar hafalan Quran sama ibunya. Metodenya TQT, menggunakan pendekatan cerita kisah dalam al-Quran.”
Kata Pradana, metode dan pendekatan itu digunakan karena ketika dipelajari lebih lanjut, banyak cerita yang terkandung di dalam al-Quran. “Ketika diajarkan ke anak-anak, ternyata mereka lebih cepat mengingat,” imbuhnya.
Pradana menyadari menghafal Quran dengan metode ini memang membutuhkan waktu yang lebih lama. Namun, mereka memang lebih menekankan pada hafalan, pemahaman subtansi, dan pengetahuan bahasa Arab.
“Diajak memahami kata kunci lalu terjemahannya. Ketika anak-anak diminta, gambarkan kisah ini dalam al-Quran, jadi bisa menceritakan dengan bahasa mereka sendiri,” imbuhnya.
Dosen UMM itu membenarkan cara ini dapat melatih literasi anak. “Kisah-kisah itu ada 80 persen di Quran. Quran berisi kisah. Dengan metode ini, hafalan tidak diukur dari berapa juz, tapi berdasarkan berapa tema,” terang ayah yang putranya sudah mengahafal 22 tema itu.
Di sisi lain, anak didorong memahami kosa-kata bahasa Arab ketika menghafal kata-kata kunci. “Dengan menguasai kosa-kata bahasa Arab, anak bisa tahu maknanya. Mottonya, hafal dan paham,” ujarnya.
Living Quran inilah, kata Pradana, yang akan pihaknya kembangkan di PPI AMF.
Makna Penampilan Praacara
Pada praacara grand launching PPI AMF pagi itu memang ada beberapa penampilan. “Pertama, ada karawitan. Ini bermakna kami tidak anti kebudayaan. Kami juga akan menggabungkan unsur kebudayaan,” ungkapnya.
Kemudian ada Semaphore Hizbul Wathan (HW) di mana ini bagian dari Muhammadiyah. Adapula penampilan Tahfidh Quran Tematik (TQT) yang kata Pradana, harapannya para santri akan menguasai al-Quran.
Selain itu, ada penampilan story telling. “Santri harus menguasai bahasa Inggris, living language,” ungkapnya.
Adapula penampilan band yang menunjukkan modernitas di PPI AMF. Semua itu, kata Pradana, ada di PPI AMF. Hal ini juga tercermin dari prototipe gedung yang blended.
“Di depan ada gapura Majapahit, lalu ada masjid dengan model Masjid Demak, sedangkan gedung ini modern,” terangnya.
Abu Nashir, salah satu tim pengembang PPI AMF, menambahkan, “Living Quran itu menghidupi al-Quran hingga sampai pada pengaplikasian dengan pembiasaan di semua tema dalam al-Quran.” (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni