PWMU.CO – Munas Tarjih XXX II Muhammadiyah dibuka oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir di Pekalongan, Jumat (23/2/2024).
Pembukaan Munas Tarjih tersebut dilaksanakan di Ruang Aula Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (UMPP) Jawa Tengah.
Dalam ceramahnya, Haedar Nashir menanyakan soal tanggal natal dan tahun baru yang tanpa perselisihan. Lantas dia membandingkan dengan kalender yang masih berselisih.
”Pada kalender Miladiyah semuanya sepakat 1 hari 1 tanggal. Tapi kenapa pada kalender Hijriy
ah banyak berselisih?” tanya Haedar.
Karena itu Haedar menekankan, penting bagi Muhammadiyah andil dalam menyatukan kalender Hijriyah sebagai wujud turut serta memajukan peradaban Islam.
”Kalender Hijriyah Global bukan hanya milik Muhammadiyah tapi juga milik dunia,” tegas Haedar Nashir seperti diberitaka suaramuhammadiyah.id.
”Salah satu catatan saya kepada Majelis Tarjih adalah mengubah cara dalam menyosialisasikan Kalender Hijriyah Global. Salah satunya dengan kecanggihan digital yang melintas tanpa batas,” pesannya.
Haedar juga menyinggung wakaf. Guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu mengatakan, sudah saatnya membangun sistem sehingga pengelolaan wakaf Muhammadiyah benar-benar tersistem dan bukan sekadar klaim.
Kemudian terkait dengan pengembangan Manhaj Tarjih, Haedar menyampaikan, agar Risalah Islam Berkemajuan benar-benar dijadikan dasar dan diilhami sebagai pandangan keislaman.
Sebab RIB itu juga bersumber pada pokok pikiran Muhammadiyah abad kedua juga hasil Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta, Jawa Tengah.
Secara umum, tiga pokok hal di atas adalah isu utama Musyawarah Nasional Tarjih 100 tahun ini.
Sementara, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah Tafsir menambahkan, bahwa sebagai Syariah Islam telah selesai, tapi sebagai fikih tidak akan selesai dan selalu butuh rumusan-rumusan baru.
”Risalah Islam Berkemajuan sudah disusun, sekadar usul sepertinya penting juga disusun Risalah Islam asli dan murni. Sebab ini sangat penting bagi internal Muhammadiyah,” usul Tafsir.
Editor Sugeng Purwanto