PWMU.CO – Munas Tarjih menyetujui tiga agenda yang menjadi pembahasan selama Musyawarah Nasional berlangsung.
Hasil keputusan disampaikan oleh Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas di sesi penutupan Musyawarah Nasional Tarjih yang bertempat di Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, Ahad (25/2/2024).
Hamim Ilyas menjelaskan keputusan pertama, menyetujui peralihan penggunaan Kalender Hijriyah Global Tunggal.
”Pemberlakuan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) sebagai langkah strategis dalam menunjukkan kesatuan umat Islam di seluruh dunia,” kata Hamim Ilyas seperti ditulis muhammadiyah.or.id
Diterangkan, ini inovasi berbasis prinsip satu hari satu tanggal Hijriyah global. Keputusan ini selaras dengan amanat Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang telah dihasilkan dalam Muktamar Ke-47 Muhammadiyah tahun 1436 H/2015 M di Makassar.
Muktamar tersebut, Muhammadiyah memutuskan mengakomodasi Kalender Hijriyah Global Tunggal.
Konsep KHGT merujuk pada dalil syar’i dan argumen sains sebagai dasar pengesahan. Dalil-dalil tersebut mencakup surat al-Isra’ (17): 12, surat Yasin (36): 39-40, surat al-Baqarah (2): 189, surat Yunus (10): 5, surat at-Taubah (9): 36-37, surat ar-Rahman (55): 5, dan hadits Nabi saw yang memberikan perintah berpuasa secara serentak bagi seluruh umat Islam di muka bumi.
Penggunaan prinsip, syarat, dan parameter (PSP) yang merujuk pada siklus sinodis bulan menjadi dasar implementasi KHGT.
Dalam pandangan ini, seluruh kawasan di dunia dianggap sebagai kesatuan (ittihad al-mathali’), dan bulan baru dianggap dimulai secara bersama di seluruh kawasan.
KHGT menetapkan bulan baru akan dimulai apabila di bagian bumi manapun, sebelum pukul 24.00 GMT, telah terpenuhi kriteria tertentu, termasuk elongasi minimal 8° dan ketinggian hilal di atas ufuk saat matahari terbenam minimal 5°.
Dengan kesadaran pentingnya kesatuan dalam aspek waktu ini, Muhammadiyah memberikan kontribusi positif untuk mencapai tujuan tersebut.
Hamim menegatakan, pemberlakuan KHGT berlaku setelah jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah mentanfidz keputusan ini.
Wakaf Uang
Kedua, Munas Tarjih menyetujui lahirnya fikih wakaf kontemporer. Wakaf uang sebagai bentuk wakaf yang tergolong baru (mu‘ashirah) dengan sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi.
Seperti persetujuan mengenai kekekalan/keabadian (baqa’/ta’bid) harta wakaf dengan menggunakan teori ibdal atau penggantian.
Ibn Abidin menjelaskan, badaluha qa’im maqam ‘ainiha, artinya penggantian uang harus menduduki posisi yang setara dengan uang yang digantinya.
Syarat wajib lainnya penggunaan uang wakaf dengan skema yang memastikan kembali kepada nazhir.
Ini dapat dilakukan melalui investasi (istitsmar/tijarah) atau penggunaan sebagai modal usaha yang hasilnya diserahkan kepada pihak yang berhak menerimanya (mauquf ‘alaih).
Nazhir kemudian dapat terus-menerus men-tijarahkan dana wakaf tersebut atau mengutangkan dana dengan akad qardh kepada mauquf ‘alaih, yang kemudian membayar utangnya kepada nazhir.
Pentingnya skema penggunaan uang wakaf yang menguntungkan dan berkelanjutan diungkapkan sebagai langkah strategis.
Skema seperti tamwil bi al-murabahah dan tamwil bi al-mudharabah menjadi pilihan yang memungkinkan pemilik wakaf untuk mendapatkan keuntungan yang dapat diserahkan kepada pihak yang berhak menerimanya.
Wakaf uang juga dapat dilakukan secara mu’abbad (terus-menerus) atau untuk jangka waktu tertentu, yang disebut sebagai wakaf temporal. Hal ini sesuai dengan iqrar yang dinyatakan wakif pada saat pelaksanaan iqrar wakaf.
Manhaj Tarjih
Ketiga, menyetujui pengembangan Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Wawasan agama warga Muhammadiyah semakin lengkap, lebih jelas, dan berorientasi pada kemaslahatan manusia, lingkungan, juga semesta.
”Di Muhammadiyah beragama tidak hanya mencari kebahagiaan akhirat dengan mencari pahala dan menghindari dosa guna meraih surga. Beragama juga harus membangun peradaban dan melahirkan surga di dunia ini. Sehingga tercipta sejahtera yang sesejahtera-sesejahteranya, damai sedamai-damainya, dan bahagia yang sebagai-bahagianya,” jelas Hamim yang dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
“Maka penting difinisi agama yang baik sehingga melahirkan paham yang kuat. Baik kuat secara ekonomi, kuat secara politik, kuat secara militer,” ujarnya.
Editor Sugeng Purwanto