Peletak Dasar Pengajaran Bahasa Arab
Mahmud Yunus peletak dasar pengajaran bahasa Arab. Dia lebih menekankan pengajaran bahasa Arab karena merupakan pintu masuk untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman seperi al-Qur’an, hadits, dan fiqh. Terkait ini, Mahmud Yunus bukan hanya mengajarkan sisi kebahasaannya, tapi juga bagaimana cara mudah dan cepat bisa menguasai bahasa Arab.
Perhatian Mahmud Yunus terhadap bahasa Arab bermula dari ketidakpuasannya atas sistem pengajaran yang ada ketika itu yang menggunakan sistem halaqah. Dalam sistem itu guru aktif membaca dan menjelaskan, sementara murid mendengar dan mencatat. Tak ada tanya-jawab. Murid tak dirangsang keingintahuannya (Herri Mohammad dkk, 2006: 87).
Di NIS Mahmud Yunus mendorong muridnya-terutama di malam hari-untuk mempraktikkan bahasa Arab dan berhasil. Murid yang sudah menempuh masa belajar lima tahun mampu menggantikan gurunya, mengajar. Bahasa Arab menjadi bahasa pengantar dalam Proses Belajar Mengajar. Ada empat tujuan dalam mempelajari bahasa Arab, yakni kemampuan memahami tulisan dan percakapan serta kemampuan berkomunikasi secara lisan dan tulisan.
Mahmud Yunus tak sepakat dengan pendapat bahwa belajar bahasa Arab hanya untuk mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab. Metode harus diubah, menjadi metode langsung. Bila murid membaca, bercakap, dan menulis, mereka langsung dilatih membaca, bercakap, dan menulis dengan menggunakan bahasa Arab. Dengan metode ini, murid langsung bisa merasakannya. Metode ini seperti cara anak usia di bawah lima tahun yang sedang belajar berbicara. Si anak langsung praktik tanpa teori. Itu sebabnya, Mahmud Yunus menentang pelajaran bahasa Arab secara terpisah seperti nahwu-sharaf, muthalaah, dan mudahatsahseperti yang banyak dipraktikkan sebelumnya.
Lalu, bagaimana memahami nahwu-sharaf? Menurut Mahmud Yunus, murid bisa mengenali nahwu-sharaf melalui pola-pola kalimat yang digunakannya. Kesadaran tata-bahasa itu akan timbul dengan sendirinya sebagai hasil dari pengenalan pola-pola kalimat. Alhasil, “Metode itu, lebih penting dari materi pengajaran”.
Menulis dan Menulis
Mahmud Yunus seperti tak pernah berhenti bergerak. Pada 1920 dia membentuk perkumpulan pelajar Islam di Sungayang, bernama Sumatera Thawalib. Salah satu kegiatannya, menerbitkan majalah Al-Basyir dan Mahmud Yunus pemimpin redaksinya.
Selanjutnya, pikiran-pikiran Mahmud Yunus terekam dalam puluhan buku berbahasa Indonesia dan buku berbahasa Arab. Tema karya tulisnya meliputi beragam bidang, seperti pendidikan Islam, bahasa, sejarah, tauhid, akhlak, hukum dan peribadatan, tafsir, hadits, serta perbandingan agama.
Berikut sekadar beberapa judul buku karya Mahmud Yunus: Marilah Sembahyang Jilid I, II, III dan IV; Puasa dan Zakat; Haji ke Mekkah; Hukum Warisan dalam Islam; Soal Jawab Hukum Islam; Hukum Perkawinan dalam Islam; Pelajaran Sembahyang untuk Orang Dewasa.
Juga, ini: Manasik Haji untuk Orang Dewasa; Beriman dan Berbudi Pekerti; Marilah ke Al-Quran; Pedoman Dakwah Islamiyyah; Moral Pembangunan dalam Islam; Ilmu Musthalah Hadits; Muzakaraat Ushulu al-Fiqh; Ilmu an-Nafs; Beberapa Kisah Nabi dan Khalifahnya; Al-Adyan; Al-Masaail al-Fiqhiyah ‘ala Madzahib Al-Arbaah; At-Tarbiyah wa Ta’lim dan Ilmu an-Nafs; Kamus Arab-Indonesia; Kesimpulan Isi Al-Quran; Do’a-Do’a Rasulullah.
Pun, ini: Pokok-Pokok Pendidikan/Pengajaran; Ilmu Jiwa Kanak-Kanak; Metodik Khusus Pendidikan Agama; Pemimpin Pelajaran Agama; Sejarah Pendidikan Islam; Sejarah Pendidikan Islam Di Minangkabau; Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Pendidikan di Negara-Negara Islam.
Di antara karyanya yang paling fenomenal adalah “Tafsir Qur’an Karim”. Tafir itu, penulisannya dimulai sejak November 1922.
Baca sambungan di halaman 3: Pemikir Pendidikan