Puasa Ramadhan dan Spirit Anticurang; Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Ulama Kritis Berjejak Manis dan sepuluh judul lainnya.
PWMU.CO – Alhamdulillah, insya Allah kita akan dipertemukan lagi dengan Ramadhan di tahun ini. Kehadiran Bulan Suci yang selalu kita rindukan itu, yang kita berdoa setidaknya dalam Rajab dan Sya’ban agar diperjumpakan lagi dengannya, kini sudah mendekati kenyataan.
Sebagai wujud rasa syakur, antara lain, mari kita perbarui ilmu dan pengetahuan di sekitar puasa Ramadhan. Semoga dengan cara ini, kualitas puasa Ramadhan kita semakin baik.
Sejumlah Rambu
Perhatikan ayat ini: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (al-Baqarah 183).
Pada ayat di atas, lengkap ada tiga aspek pokok ajaran Islam: Iman, syariat, dan akhlak. Bahwa, hanya kepada kaum beriman saja-lah ibadah puasa diwajibkan. Adapun, hasil akhir dari praktik kaum beriman yang berpuasa Ramadhan adalah terbinanya insan yang bertakwa.
Sementara, pertama, yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Cermatilah ayat ini: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu” (al-Hujuraat: 13). Kedua, Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia agar mulia.
Mari, mulailah dengan meluruskan niat. Perhatikan hadits ini: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya” (HR Bukhari dan Muslim).
Yakinilah, ada hal yang sangat kita ingini sebagai manusia yang banyak dosa jika niat berpuasa kita benar. Perhatikan hadits ini: “Barangsiapa yang berpuasa karena keimanan dan semata-mata mengharap pahala niscaya diampuni dosanya yang telah lalu” (HR Bukhari dan Muslim).
Untuk mendapatkan hal di atas, jangan rusak puasa kita. Ikuti pedoman di hadits ini: “Puasa laksana perisai, maka barangsiapa sedang berpuasa janganlah dia berbuat tidak senonoh, berbuat jahat, dan berbuat jahil. Jika ada yang mencela atau mengajaknya bertengkar, hendaklah dia mengatakan ‘Aku sedang berpuasa’.” (HR Bukhari dan Muslim).
Tentu, ujian kepada orang yang berpuasa tidak kecil. Untuk itu, tetaplah bersabar. Ingatlah selalu, bahwa di depan Allah puasa itu mendapat perhatian yang sangat khusus.
Ibadah puasa itu istimewa. Ibadah puasa itu, “Milik-Ku,” kata Allah seperti di hadits ini: “Seluruh amal ibadah Bani Adam adalah miliknya dan setiap kebaikan akan dibalas 10 kali lipat hingga 700 kali lipat. Allah Swt berfirman, ‘Kecuali ibadah puasa. Sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku-lah yang langsung membalasnya. Seorang yang berpuasa telah menahan diri dari syahwat, makanan, dan minumannya karena Aku semata’. Ada dua kegembiraan bagi orang yang berpuasa, kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan tatkala bertemu dengan Allah. Sungguh, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kesturi” (HR Bukhari dan Muslim). Adapun kesturi adalah salah satu wewangian yang disukai aromanya oleh Rasulullah SAW.
Bersabarlah, jangan rusak puasa kita dengan antara lain berlaku dusta. Perhatikan hadits ini: “Barangsiapa yang tidak menahan diri dari ucapan dusta dan perbuatan dusta maka sedikitpun Allah tidak sudi menerima puasanya meskipun ia menahan diri dari makan dan minum” (HR Bukhari).
Apa dusta? Dusta adalah tidak benar (tentang perkataan) atau bohong (https://www.kbbi.web.id/dusta, yang diakses pada 01/03/2024).
Curang itu dusta. Hal ini, mengacu kepada makna curang. Bahwa, curang adalah tidak jujur atau tidak lurus hati atau tidak adil (https://kbbi.web.id/curang, yang diakses pada 01/03/2024).
Apa boleh buat! Meski praktik curang telah lama ada, belakangan kata itu semakin sering kita dengar. Sekadar contoh, lihat judul berita pada 16 Februari 2024 ini: Dugaan kecurangan di Pemilu 2024 disebut ‘lebih parah’ – Apa saja bentuk pelanggaran yang terjadi saat pencoblosan? (https://www.bbc.com/indonesia/articles/cv2l1dyn8r4o).
Di berita itu, disebutkan bahwa lembaga analis media sosial Drone Emprit menemukan percakapan tentang Pilpres 2024, hitung cepat, dan kecurangan pemilu, menjadi topik yang paling tinggi dibicarakan oleh warganet di media sosial. Nah, itu!
Jauhi Curang!
Kapan pun, kita tak boleh curang! Perhatikan pesan Allah di al-Muthaffifin 1-6 ini: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?”
Berhati-hatilah, jangan berbuat curang. Waspadalah, sebab meski sejak awal Allah dan Utusan-Nya telah melarang, tapi praktik buruk itu tetap saja ada yang melakukannya.
Lihatlah misalnya, dulu Kaum Madyan yang kepada mereka telah diutus Nabi Syu’aib As untuk menyampaikan Ajaran Allah, ternyata mereka tetap saja melakukan penipuan dengan cara berbuat curang dalam berdagang. Mereka mengurangi timbangan dan takaran dari yang semestinya, sehingga sangat merugikan si pembeli. Padahal, perintah Allah jelas dan tegas di ayat ini: “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” (ar-Rahmaan 9).
Walau sudah diperingatkan berkali-kali untuk tidak melakukan perbuatan curang, Kaum Madyan tetap pada perilakunya. Lalu, apa yang didapat oleh kaum yang membangkang itu? Allah menurunkan azab seperti yang tergambar di ayat ini: “Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka” (al-A’raaf 91). Itulah azab bagi orang-orang yang melakukan kecurangan.
Jangan curang, di semua aspek kehidupan. Misal, di dunia olahraga, wasit jangan curang dengan cara bertindak berat sebelah. Jangan curang, misalnya, di aspek ekonomi atau politik.
Jangan curang, kapan pun! Terlebih di Bulan Suci Ramadhan. Semoga Allah menjaga kita, amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni