PWMU.CO – Aliansi Penulis Muhammadiyah diluncurkan di acara Temu Penulis Muhammadiyah Jawa Timur di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (2/3/2024).
Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Prof Dr Biyanto MAg yang meluncurkannya. Menurutnya, Muhammadiyah memang harus memiliki banyak penulis. Maka, hadirnya aliansi ini diharapkan mampu mencetak penulis-penulis andal yang memberikan perspektif dalam berbagai permasalahan.
“Menulis itu memerlukan 3M. M yang pertama adalah menulis, kemudian yang kedua adalah menulis lagi. Terakhir, M yang ketiga yakni menulis lagi. Menulis itu terus berlanjut dan tiada akhir. Semoga Apimu mampu berkiprah dengan apik dengan beragam cara dan upaya,” tegasnya.
Hadir dalam acara yang digelar dilaksanakan oleh Majelis Pustaka, Informasi, dan Digitalisasi (MPID) PWM Jatim tersebut penulis nasional Okky Madasari. Dia mengatakan dalam menulis, pikiran kritis dan pembahasan menarik adalah hal penting.
“Kritis di sini maksudnya adalah mampu membedah keseluruhan data, fakta, kejadian, dan segala informasi dari topik yang akan dibahas. Dengan begitu, tulisan yang disusun bisa lebih berbobot dan tidak hanya membahas di kulitnya saja. Kritis juga menjadi langkah pertama dalam menulis teks yang bagus,” tegasnya.
Penulis terkemuka itu menjelaskan pikiran kritis menjadi alat untuk mencari persoalan yang ingin dibahas. Hal itu akan membuka pandangan dan perspektif akan suatu kajian. Melihat persoalan tidak hanya dibutuhkan dalam menulis essay, tapi juga dalam tulisan fiksi.
Ia bahkan menjelaskan terkait segmen tulisan yang sering ia buat, yakni tulisan fiksi dan esai. Keduanya selalu berlandaskan analisis Okky dalam melihat persoalan. Menurutny, semua persoalan bisa menjadi sebuah tulisan yang bagus. Meski begitu, fiksi dan esai memiliki perbedaan. Eski opini harus memperhatikan data, sementara fiksi harus berani mendobrak sekat-sekat imajinasi.
Okky mengatakan, kritis juga membentuk penulis untuk lebih bertanggung jawab dengan tulisan yang dihasilkan. Inilah yang membedakan antara penulis yang memang paham ilmu kepenulisan dan pengguna media sosial yang asal membuat cuitan. Menurutnya, tulisan juga bisa menjadi dua mata pisau yang berbeda, yakni dapat menjadi alat kritik atau bisa juga sebagai cara memberi pujian.
“Bedakan antara kritis dan kritik. Kalau kritik itu memberikan komentar atas kebijakan, pandangan, atau apapun itu. Lawan kata kritik itu adalah pujian. Nah, tulisan itu juga bisa menjadi alat pujian atau branding. Tapi kembali lagi, data yang dilampirkan juga harus berdasarkan dengan fakta yang ada,” tambahnya. (*)
Dia berpesan kepada seluruh peserta untuk tidak perlu minder dengan latar belakang pendidikan yang ditempuh. Latar pendidikan yang berbeda dapat menjadi senjata dan pandangan berbeda dalam melihat suatu perkara yang diangkat. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni