PWMU.CO – Rakornas LPPOM MUI berlangsung di Denpasar, Bali, Ahad-Rabu (3-6 /3/2024). Rapat Koordinansi Nasional (Rakornas) LPPOM SOM MUIe-Indonesia ini bertema ‘Meningkatan Daya Saing LPPOM MUI Agar Tetap Terdepan dalam Solusi Jaminan Halal’.
Di acara pembukaan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr Amirsyah Tambunan menyampaikan ada dua hal. Pertama, menjadi komitmen MUI terus istikamah melakukan pemeriksaan halal melalui Lembaga Pemerikasaan Halal (LPH) Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI.
Dia mendasari pernyataannya itu berdasarkan al-Baqarah 168
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْن
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Kedua, melakukan ketetapan halal (KH) terutama produk yang bersifat reguler berdasarkan standar Fatwa MUI, setelah dilakukan pemeriksaan halal sesuai Standarisasi Jaminan Produk Halal (SJH).
Menurut dia, kedua hal ini sejalan dengan regulasi yang berlaku. “Artinya regulasi harus sesuai dengan substansi halal sehingga ketetapan halal harus menjadi misi utama, bukan pada regulasi yang hanya bersifat prosedural agar tidak mengabaikan substansi halal,” ujarnya, dalam keterangan tertulis yang diterima PWMU.CO, Senin (4/3/2024) pagi.
Jadi, lanjut dia, kehalalan produk secara subtansial dengan dukungan prosedural. Misalnya layanan sertifikasi halal melalui mekanisme self declare diberikan untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
“Tentu ada ikrar atau akad halal yang tidak berdasarkan standar halal MUI, maka hal ini di luar tanggung jawab MUI karena ketetapan fatwa (KH) tidak dilakukan MUI, melainkan Komite Fatwa Jalal Kementerian Agama,” tambahnya.
Oleh sebab itu, kata Buya Amirsyah, sapaannya, implementasi jaminan produk halal merupakan tugas utama MUI untuk melindungi umat dari produk yang diharamkan.
Ia juga mengingatkan mandatori halal mulai 17 Oktober 2024. Yakni tidak boleh ada lagi pelaku usaha yang tidak memiliki sertifikat halal untuk produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan, dan minuman, apabila ditemui akan diberikan sanksi.
Dia menegaskan, sesuai PP No 39 Tahun 2021 sanksi yang akan diberikan mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran.
“MUI harus mampu mencegah dan melindungi umat dan pelaku usaha dari korban penyalahgunaan produk halal. Untuk itu tugas MUI pada aspek hulu dan hilir mencegah agar aman dan nyaman mengonsumsi produk halal,” ujarnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni